Pengertian pelaporan segmen dan desentralisasi
Suatu situasi organisasi dimana dalam pembuatan keputusan tidak hanya dimonopoli oleh pimpinan puncak saja melainkan dengan melibatkan seluruh elemen yang ada dalam lingkungan organisasi ( melibatkan manajer dan bawahannya sesuai dengan keterkaitannya dalam mengambil keputusan ).
Keunggulan dan kelemahan desentralisasi
• Keunggulan desentralisasi
1. Manajemen puncak terbebaskan dari persoalan rutinitas yang menyita waktu dan memiliki waktu untuk konsentrasi pada strategi encari peluang berkualitas untuk diputuskan dan kegiatan lainnya.
2. Member kepercayaan kepada manajer bawah untuk memeroleh pengalaman yang mendasar.
3. Memberikan tanggung jawab dan wewenang lebih luas tapi terkendali pada lower manajer sehinggah diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan produktivitas.
4. Manajer level bawah memiliki informasi lebih rinci, akurat dan actual dalam bidang tanggung jawab mereka disbanding manajer puncak.
5. Akan lebih sulit untuk mengevaluasi prestasi seorang manajer jika manajer tersebut tidak diberi kesempatan terkendali yang normal.
• Kelemahan desentralisasi
1. Manajer mungkin kurang memahami kondisi menyeluruhtengtang organisasi sehingggah keputusan yang mereka buat mungkin bias sedangkan manajer puncak mungkin memiliki informasi lebih rinci.
2. Pada organisasi desentralisasi murni sangat mungkin terdapat situasi kurangnya kordinasi diantara manajer ang diberi otonomi.
3. Manajer bawah mungkin memilliki tujuan yang agak berbeda disbanding dengan perusahaan secara keseluruhan
4. Dalam suatu organisasi terdesentralisasi murni, mugkin relative lebih sulit untuk menyebarkan informasi dan gagasan yang bersifat inovatif.
Desentralisasi dan pelaporan segmen
Desentralisasi yang evektif memiliki pelaoran segmen yang berfungsi sebagaia laporan tambanhan pada laporan keuangan. Segmen adalah bagian atau aktivitas suatu organisasi dimana para manajer menginginkan data biaya dan laba dari organisasi tersebut. Segmen antara lain meliputi divisi organisasi, wilayah pemasaran, took peridividual, pusat pelayanan, pabrik manufaktur dan lain-lain. Laporan laba rugi tersegmen ini bermanfaat untuk enganalisis profibilitas usaha dan mengukur kinerja manajer.
Pusat pertanggungjawaban
Tiga jenis pusat pertanggungjawaban
1. Pusat biaya
adalah suatu segmen bisnis dimana manajernya memiliki kendali atas biaya-biaya perusahaan. Manajer pusat biaya diharapka dapat mampu meminimalkan biaya dan menyediakan jasa yang dimnta oleh bagian lain dalam organisasi secara maksimal.
2. Pusat laba
adalah segmen bisnis dimana manajernya bertanggung jawab atas peberimaan perusahaan termasuk biaya yang terjadi.
3. pusat investasi
adalah suatu segmen dri suatau organisasinya yang memiliki kendali aas investasi, termasuk juga biaya dan penerimaan.
Laporan menurut segmentasi
Penjualan dan margin kontribusi.
Untuk menysusn laporan laba rugi dari suatu segmen tertentu, eben variable dikurangkan dari penjualan untuk menghasilkan margin kontribusi segmen tersebut. Margin kontribusi menyatakan apa yang terjadi pada laba jika terjadi perubahan volume biaya tetapa kapasitas segmen dianggap sama. Margin kontribusi berguna dalam keputusan yang mencakup penggunaan kapasitas secara temporer seperti pesanan khusus.
Biaya tetap yang dapat ditelusuri dan biaya tetap umum
Biaya tetap yang dapat ditelusuri adalah suatu biaya tetap yang terjadi dikarenakan keberadaan segmen tersebut, jia segmen tersebut tidak pernah ada biaya tetap tersebut tidak pernah terjadi dan jika segmen tersebut dihilangkan biaya tersebut akan hilang juga. Contoh biaya tetap yang dapat ditelususri :
• Gaji manajer produk fritos di pepsi co yang dapat ditelusuri dengan segmen usaha Frios.
• Biaya pemeliharaan untuk bangunan dimana Boeing 747 dapat ditelusuri dengan segmen Boeing 747.
• Asuransi kewajiaban di Disney World adalah biaya tetap yang dapat ditelusuri pada segmen uasaha Disney
Biaya tetap umum
Adalah biaya tetap umum yang mendukung operasi lebih dari satu segmen, tetapi tidak dapat ditelusuri secara keseluruhan. Meskipun jika segmen dihilangkan tidaka aka nada perubahan biaya tetap umum yang sesugguhnya.
Perbedaan antara biaya tetap yang dapat ditelusuri dengan biaya tetap umum adalah biaya tetap yang dapat ditelusuri dibebankan kesegmen sementara biaya tetap umum tidak. Umutuk memperlakukan sebagai biaya yang dapat ditelusuri hanya biaya-biaya yang engan perubahan akan menghilang sejalan dengan waktu jikas segmen itu sendiri dihilangkan. Dalam membebankan biaya kesegmen kunci pokoknya adalah berusaha untuk tidak mengaokasikan biaya yang jelas bersifat umum dan tetap akan ada meskipun segmen tersebut masih ada atau tidak.
Biaya yang dapat ditelusuri dapat menjadi biaya umum
Biaya tetap yang dapat ditelusuri mungkin saja merupakan biaya umum dari segmen biaya lain. Margin segmen adalah ukuran terbaik dari profitabilitas jangka panjang suatu segmen karena hanya mencakup biaya- biaya yang disebabkan oleh segmen tersebut. Jia suatu segmen tidak dapat menutup biaya-biayanya maka segmen tersebut sehrusnya tidak ddipertahankan ( kecuali memiliki dampak penting jika dihilangkan ).
Dari suatu sudut pandang pengambiln keputusan margin segmen aling berguna dalam pengambilan keputusan besar yang mempengaruhi kapasitas seperti memperhentikan suatu segmen. Sebaliknya jiak margin paling berguna dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan perubahan volume dalam jangka pendek, seperti menentukan harga pesanan khusus yang melibatkan kontemporer atas kapasitas yang sudah ada.
Hambatan pembebanan biaya yang tidak tetap
Agar laporan segmen memenuhi tujuan yang dimaksudkan, biaya harus secara tepat dibebankan kesegmen. Jika tujuannya adalah menetukan laba yang dihasilkan oleh divisi tertentu, maka seluruh biaya yang dapat dibebankan pada divisi itu hanya biaya-biaya itu.
Rabu, 25 Mei 2011
Jumat, 20 Mei 2011
Imunisasi
A. Tinjauan umum imunisasi
1. Definisi imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebelan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan (Depkes RI, 2005).
Imunisasi sebagai suatu penvegahan berbagai jenis penyakit, merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditunda pelaksanaannya. Hal ini berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia pada masa akan dating. Tugas utama kita sebagai tenaga kesehatan adalah memberikan pengetahuan terhadap orang tua tentang imunisasi dan meninjau setiap imunisasi pada bayi. Pemberian imunisasi pada bayi dan anak tidak hanya pencegahan penyakit tertentu pada anak tersebut, tetapi juga memberikan dampak yang lebih luas karena dapat mencegah penularan penyakit untuk anak lain. Oleh karena itu pengetahuan orang tua terutama ibu sangat penting untuk memahami manfaat imunisasi bagi anak Indonesia (Ranuh,2005).
Tujuan imunisasi atau vaksino ialah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas, memberikan imunitas protetif dengan menginduksi respon memori terhadap patogen tertentu/toksin dengan menggunakan preparat antigen non virulen/non toksik (Baratawidjaya,2002).
2. Program imunisasi di Indonesia
Menurut Sudarajat (1991), salah satu indicator yang penting untuk mengetahui derajat kesehatan di suatu Negara adalah banyaknya bayi ( umur 0-12 bulan) yang meninggal per 1000 kelahiran hidup, yang disebut angka kematian bayi (AKB). Imunisasi adalah satu acara intervensi yang paling efektif dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi balita. Sampai saat ini Indonesia termasuk kategori Negara dengan AKB yang tinggi, bahkan tertinggi di Negara-negaraq Asean (Markum,1991).
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 melalui Pembangunan Nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan “Indonesia Sehat 2010” adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma Sehat” yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) dibandingkan upaya pelayanan penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan.
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, “Paradigma Sehat” dilaksanakan melalui beberapa kegiatan antara lain pemberantasan penyakit. Salah satu upaya pemberantasan penyakit menular adalah upaya pengebalan (imunisasi). Penerapan Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan otonomi luas kepada kabupaten/kota dan otonomi terbatas pada provinsi, sehingga pemerintah daerah akan semakin leluasa menentukan prioritas pembangunan sesuai kondisi daerah.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut pemerintah Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya Eradikasi Polio, seperti imunisasi yang diwajibkan pada bayi.
B. Tinjuan umum imunisasi bayi
1. Jenis imunisasi pada bayi
a. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG adalah tindakan memasukkanvaksin BCG yang bertujuan untuk kekebalan tubuh bayi terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis dengan cara menghambat penyebaran kuman.
b. Imunisasi polio
Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan pada bayi dengan memberikan vaksin polio (dalam bentuk oral) atau terkenal dengan sebutan polio vocine (OPV) yang bertujuan dengan member kekebalan dari penyakit polio melitusdapat diberikan empat kali dengan interval 4-6 minggu.
c. Imunisasi DPT/DT
Imunisasi DPT/DT merupakan imunisasi yang dilakukan deengan memberikanvaksin DPT(Dipteri Pertusis Tetanus)/DT(Dipteri Tetanus) pada anak yang bertujuan untuk member kekebalan dari kuman penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Pemberian vaksin pertama pada usia 2 bulan dan berikutnya dengan interval 4-6 minggu(kurang lebih 3 kali), selanjutnya ulangan pertama satu tahun dan ulangan berikutnya 3 tahun sekali sampai usia 8 tahun. Imunisasi ini tidak dianjurkan untuk bayi usia kurang dari 2 bulan mengingat imunogen pertusis yang sangat reak togenik dan adanya hambatan tanggap kebal karena pengaruh antibody maternal untuk imunogen difteri atau tetanus.
d. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B dilakukan dengan memberikan vaksin hepatitis B ke dalam tubuh yang bertujuan untuk memberikan kekebalan dari penyakit hepatitis. Pada ibu yang menderita hepatitis B dengan HbsAg negative. Imunisasi dapat diberikan sesuai dengan dosis yang ada, kemudian dilanjutkan pada usia 1-2 bulan dan yang ke 3 pada usia 6 bulan. Apabila HbsAg ibu positif, vaksin dapat diberikan dalam waktu12 jam setelah bayi lahir kemudian kedua pada usia 1-2 bulan dan ke 3. Imunisai ulangan dapat diberikan 5 tahun kemudian.
e. Imunisasi campak
Imunisasi campak adalah tindakan memberikan vaksin campak pada anak yang bertujuan membentuk kekebalan terhadap penyakit campak yang dapat diberikan pada usia 9 bulan secara subkutan, kemudian dapat diulang dalam interval waktu 6 bulan lebih setalah suntikan pertama.
2. Jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
a. Difteri
Difteri disebakan oleh Corynebacterium difteriae. Difteri ini ditandai oleh demam dan sakit tenggorokan dengan eksudat tonsil paring atau hidung. Yang terdiri dari membrane fibrosa diatas lesi hemoragik dan nekrotik. Basil difteri ditenggorokan mengeluarkan toksin yang dapat mengakibatkan fatal bagi jantung dan susunan saraf ( Dick, 1995).
b. Pertusis
Pertusis atau batuk rejan atau batuk yang dikenal ”Batuk Seratus Hari” adalah penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bardetella pertusis. Gejalanya adalah batuk yang terus menerus dan sukar berhenti diakhiri dengan napas panjang,muka merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Penularannya melalui udara seperti bersin (http://www.infeksi.com).
c. Tuberklosis
Tuberklsosis menginfeksi banyak orang terutama paru dan munkin ada penyebaran dikelenjar limfe dan menyebar keseluruh tubuh. Basilus tuberklosis sangat menular bagi kebanyakan individu. Penyakit ini sering terjadi pada kelompok masyarakat dengan social rendah dan meenyerang berbagai umur manusia. Cara penularan melalui droplet infection terutama didaerah padat penduduknya. (Dick,1995).
d. Tetanus
Infeksi tetanus disebakan oleh bakteri yang disebut dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanuspasmin. Tetanuspasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke system syaraf otak serta sumsum tulang belakang , sehingga terjadi gangguan aktivitas normal urat syaraf. Gejala terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal menyerng bayi batu lahir karena dilahirkan ditempat yang tidak bersih atau tidak steril, terutama tali pusar terinfeksi. Neonatal dapat mengakinatkatkan kematian pad bayi (http://www.infeksi.com).
e. Campak
Campak ialah penyakit virus akut,menular, yang ditandai dengan 3 stadium yaitu: (1) stadium katar, (2)Stadium erupsi, (3)stadium konvelansi. Penyebab campak adalah virus morbili yang terdapat dalam secret nasofaring dan darah selama masa prodramal sampai 24 jam setelah bercak-cak. Cara penularan dengan droplent dan kontak (Ngastiah, 1997).
3. Efek samping imunisasi pada bayi
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yang membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat.
Efek samping yang biasa terjadi adalah sebaagai berikut:
• BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. Setelah 2–3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah ±10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.
• DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, kemerahan atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri.Bila gejala diatas tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.
• Polio : Jarang timbuk efek samping.
• Campak : Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4–10 hari sesudah penyuntikan.
• Hepatitis : Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.
C. Tinjauan Umum yang mepengaruhi ketidapatuhan ibu melaksanakan imunisasi pada bayi
1. Pendidkan ibu
Pendidikan berarti proses mendidik yang oleh Ki Hajar Dewantara mendefinisikan sebagai daya upaya untuk berkembang budi pekerja (kekuatan batin), pikiran(intekek), dan jasmani anaknya maksudnya adalah kita memberikan kesempatan untuk hidup yaitu kehidupan dan penghidupan anak(Ekosusilo dan Kosihadi,1995)
Perkembangan manusia dipengaruhi dari dalam maupun dari luar.faktor dari dalam meliputi semua factor yangmengembangkan pikiran, perasaan segi social, bakat dan minat, dalam potensi ini akan tetap terpendam jika tidak dikembangkan melalui pendidikan sehingga ditinjau dari segi potensi, pendidikan mempunyai tugas untuk mengaktualisasikan potensi tersebut. Melalui pendidikan diharapkan membentuk keprebadian seseorang yang boleh dikatakan mempengaruhi semua perilaku individu dan bertalian dengan orang lain. Tingginya tingkat pendidikan akan mempengaruhi perilaku ibu terutama yang memiliki bayi untuk mencukupi kebutuhan imunisasi bayi (Nasution,1995).
2. Pengetahuan ibu
Bila pengetahuan dipahami, maka akan timbul suatu sikap dan perilaku untuk berparisipasi. Selain itu tingkat pengtahuan seseorang juga mempengaruhi perilaku dan sikap individu. Makin tinggi tingakat pengetahuan kesehatan sesorang maka tingata kesadaran juga tinggi sehingga ikut serta (Depkes,RI 1990).
3. Pekerjaan ibu
Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. Kegiatan atau aktifitas yang dilakukan sehari-hari apalagi untuk kelangsungan hidup, kadang mengakibatkan kepentingan lain yang menurutnya tidak mendesak menjadi disepelekan karena keterbatasan waktu. Hal ini berkaitan dengan ibu yang turut membantu perekonomian keluarga dengan menghabiskan waktu lama sehingga tidak dapat berpikir untuk kesehatan dirinya dan anaknya (Depdikbud,1991).
4. Paritas
Paritas adalah jumlah bayi yang dilahirkan baik hidup ataupun meninggal.seorrang ibu yang tinggal dinegara berkembang seperti halnya Indonesia memiliki kira-kira 5-6 orang anak, sednkan dinegara maju terdapat paling banyak 2 orang anak. Tingginya paritas ibudisumsikan mempunyai pengaruh terhadappellaksanaan imunisasi bayinya.pada umumnya anak pertama memiliki kasih saying yang lebih dibandingkan dengan anak lain setelahnya(sukarmi,1994).
5. Jarak
Jarak fisik puskesmas dari tempat tinggal diukur dengan kilometer, tempat beradanya puskesmas apakah itu di pinggir jalan raya yang ramai dengan transportasi ataupun puskesmas yang tempatnya tidak dilalui oleh kendaraan. Pada puskesmas yang dekat dan terletak dipinggir jalan raya maka banayk pengunjungnya. Factor jarak sangat mempengaruhi ibu berkunjung ke puskesmas untuk imunisasi bayinya.
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai oleh masyarakat.kecenderungan terjadi di pedesaan ataupun diperkotaan karena mudah dijankau baik secar fisik maupun psikologis(Azrul Azwar,1996).
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka konsep
Variabel independen
B. Hipotesis
1. Ada hubungan pengetahuan ibu dengan ketidakpatuhan melaksanakan imunisasi pada bayi.
2. Ada hubungan pendidikan ibu dengan ketidakpatuhan melaksanakan imunisasi pada bayi.
3. Ada hubungan pekerjaan ibu dengan ketidakpatuhan melaksanakan imunisasi pada bayi.
4. Ada hubungan paritas dengan ketidakpatuhan melaksanakan imunisasi pada bayi.
5. Ada hubungan jarak dengan ketidakpatuhan melaksanakan imunisasi pada bayi
BAB IV.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalh deskriftif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara factor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan ibu melaksanakan imunisasi pada bayinya.
B. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi adalahgeneralisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari (Sugiyono,2005). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak kurang dari satu tahun dan melakukan imunisasi di puskesmas Panca Rijang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristikyang dimiliki oleh populasi tersebut(Sugiono,2003).yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak kurang dari satu tahun dan melakukuan imunisasi di puskesmas Panca Rijang.
Kriteria inklusi
a. Bersedia menjadi responden
b. Ibu yang memiliki anak kurang dari satu tahun
c. Bertempet tinggal di kelurahan panca rijang
d. Dapat membaca dan menulis
kriteria eksklusi
a. Ibu yang memiliki anak lebih dari satu tahun
b. Tidak berada ditempat pada saat penelitian
Pada penelitian digunakan Total sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan keseluruhan dari jumlah populasi (Nursalam,2003)
C. Tempat dan waktu penelitian
Lokasi peneltian adalah di puskesmas Panca Rijang, yang dilaksanakan pada tahun 2012
D. Instrument pengumpilan data
1. Data primer
Untuk pengumpulan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian yang dilakukan, peneliti membuat instrument berupa kuisionertentang factor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan melakukan imunisasi pada bayinya. Kuisoner adalah sejumlah pernyataan trtulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari respondendalam arti laporan pribadinya atau hal-hal yang tidak diketahui(Arikanto,1994).
2. Data sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari puskesmas yang digunakan untuk melengkapi data-data yan diperlukan dalam penelitian ini.
E. Prosedur pengumpulan data
Prosedur penumpilan data dalam penelitian ini adalah
1. Mengidentifikasi tempat penelitaian dan target pepulasi
2. Menganjurkan permohan isin untuk melakukan penelitian dipuskesmas panca rijang
3. Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti akan melakukan pendekatan kepada responden untuk membaca dan menandatangani surat persetujuan bila calon respon bersedia.
4. Setelah responden menandatangani, peneliti akan mejelaskan tentang kuisioner dan bagaimana cara menjawab pertanyaan yang ada dalam kuisioner. Jika responden kurang mengeri maka diberi kesmpatan untuk bertanya.
F. Pengumpulan data
1. Penyuntingan data (editing)
Setelah data terkumpul, peneliti akan melakukan seleksi dan editing yakni memeriksa tiap kuisoner yang telah diisi mengenai kebanaran adata yang sesuai dengan variabel.
2. Pengkodean (coding)
Untuk memudahkan pengelolaan data maka semua jawaban atau data akan diberi kode
3. Table
Untuk memudahkan tubulasi data maka dibuat table untuk menganalisi data menurut sifat yang dimiliki.
4. Analisa data
Setelah mempunyai nilai skor dari tiap-tiap variabel, selanjunya dianalisa dengan menggunakan perangkat lunak SPSS.
1. Definisi imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebelan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan (Depkes RI, 2005).
Imunisasi sebagai suatu penvegahan berbagai jenis penyakit, merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditunda pelaksanaannya. Hal ini berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia pada masa akan dating. Tugas utama kita sebagai tenaga kesehatan adalah memberikan pengetahuan terhadap orang tua tentang imunisasi dan meninjau setiap imunisasi pada bayi. Pemberian imunisasi pada bayi dan anak tidak hanya pencegahan penyakit tertentu pada anak tersebut, tetapi juga memberikan dampak yang lebih luas karena dapat mencegah penularan penyakit untuk anak lain. Oleh karena itu pengetahuan orang tua terutama ibu sangat penting untuk memahami manfaat imunisasi bagi anak Indonesia (Ranuh,2005).
Tujuan imunisasi atau vaksino ialah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas, memberikan imunitas protetif dengan menginduksi respon memori terhadap patogen tertentu/toksin dengan menggunakan preparat antigen non virulen/non toksik (Baratawidjaya,2002).
2. Program imunisasi di Indonesia
Menurut Sudarajat (1991), salah satu indicator yang penting untuk mengetahui derajat kesehatan di suatu Negara adalah banyaknya bayi ( umur 0-12 bulan) yang meninggal per 1000 kelahiran hidup, yang disebut angka kematian bayi (AKB). Imunisasi adalah satu acara intervensi yang paling efektif dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi balita. Sampai saat ini Indonesia termasuk kategori Negara dengan AKB yang tinggi, bahkan tertinggi di Negara-negaraq Asean (Markum,1991).
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 melalui Pembangunan Nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan “Indonesia Sehat 2010” adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma Sehat” yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) dibandingkan upaya pelayanan penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan.
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, “Paradigma Sehat” dilaksanakan melalui beberapa kegiatan antara lain pemberantasan penyakit. Salah satu upaya pemberantasan penyakit menular adalah upaya pengebalan (imunisasi). Penerapan Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan otonomi luas kepada kabupaten/kota dan otonomi terbatas pada provinsi, sehingga pemerintah daerah akan semakin leluasa menentukan prioritas pembangunan sesuai kondisi daerah.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut pemerintah Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya Eradikasi Polio, seperti imunisasi yang diwajibkan pada bayi.
B. Tinjuan umum imunisasi bayi
1. Jenis imunisasi pada bayi
a. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG adalah tindakan memasukkanvaksin BCG yang bertujuan untuk kekebalan tubuh bayi terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis dengan cara menghambat penyebaran kuman.
b. Imunisasi polio
Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan pada bayi dengan memberikan vaksin polio (dalam bentuk oral) atau terkenal dengan sebutan polio vocine (OPV) yang bertujuan dengan member kekebalan dari penyakit polio melitusdapat diberikan empat kali dengan interval 4-6 minggu.
c. Imunisasi DPT/DT
Imunisasi DPT/DT merupakan imunisasi yang dilakukan deengan memberikanvaksin DPT(Dipteri Pertusis Tetanus)/DT(Dipteri Tetanus) pada anak yang bertujuan untuk member kekebalan dari kuman penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Pemberian vaksin pertama pada usia 2 bulan dan berikutnya dengan interval 4-6 minggu(kurang lebih 3 kali), selanjutnya ulangan pertama satu tahun dan ulangan berikutnya 3 tahun sekali sampai usia 8 tahun. Imunisasi ini tidak dianjurkan untuk bayi usia kurang dari 2 bulan mengingat imunogen pertusis yang sangat reak togenik dan adanya hambatan tanggap kebal karena pengaruh antibody maternal untuk imunogen difteri atau tetanus.
d. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B dilakukan dengan memberikan vaksin hepatitis B ke dalam tubuh yang bertujuan untuk memberikan kekebalan dari penyakit hepatitis. Pada ibu yang menderita hepatitis B dengan HbsAg negative. Imunisasi dapat diberikan sesuai dengan dosis yang ada, kemudian dilanjutkan pada usia 1-2 bulan dan yang ke 3 pada usia 6 bulan. Apabila HbsAg ibu positif, vaksin dapat diberikan dalam waktu12 jam setelah bayi lahir kemudian kedua pada usia 1-2 bulan dan ke 3. Imunisai ulangan dapat diberikan 5 tahun kemudian.
e. Imunisasi campak
Imunisasi campak adalah tindakan memberikan vaksin campak pada anak yang bertujuan membentuk kekebalan terhadap penyakit campak yang dapat diberikan pada usia 9 bulan secara subkutan, kemudian dapat diulang dalam interval waktu 6 bulan lebih setalah suntikan pertama.
2. Jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
a. Difteri
Difteri disebakan oleh Corynebacterium difteriae. Difteri ini ditandai oleh demam dan sakit tenggorokan dengan eksudat tonsil paring atau hidung. Yang terdiri dari membrane fibrosa diatas lesi hemoragik dan nekrotik. Basil difteri ditenggorokan mengeluarkan toksin yang dapat mengakibatkan fatal bagi jantung dan susunan saraf ( Dick, 1995).
b. Pertusis
Pertusis atau batuk rejan atau batuk yang dikenal ”Batuk Seratus Hari” adalah penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bardetella pertusis. Gejalanya adalah batuk yang terus menerus dan sukar berhenti diakhiri dengan napas panjang,muka merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Penularannya melalui udara seperti bersin (http://www.infeksi.com).
c. Tuberklosis
Tuberklsosis menginfeksi banyak orang terutama paru dan munkin ada penyebaran dikelenjar limfe dan menyebar keseluruh tubuh. Basilus tuberklosis sangat menular bagi kebanyakan individu. Penyakit ini sering terjadi pada kelompok masyarakat dengan social rendah dan meenyerang berbagai umur manusia. Cara penularan melalui droplet infection terutama didaerah padat penduduknya. (Dick,1995).
d. Tetanus
Infeksi tetanus disebakan oleh bakteri yang disebut dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanuspasmin. Tetanuspasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke system syaraf otak serta sumsum tulang belakang , sehingga terjadi gangguan aktivitas normal urat syaraf. Gejala terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal menyerng bayi batu lahir karena dilahirkan ditempat yang tidak bersih atau tidak steril, terutama tali pusar terinfeksi. Neonatal dapat mengakinatkatkan kematian pad bayi (http://www.infeksi.com).
e. Campak
Campak ialah penyakit virus akut,menular, yang ditandai dengan 3 stadium yaitu: (1) stadium katar, (2)Stadium erupsi, (3)stadium konvelansi. Penyebab campak adalah virus morbili yang terdapat dalam secret nasofaring dan darah selama masa prodramal sampai 24 jam setelah bercak-cak. Cara penularan dengan droplent dan kontak (Ngastiah, 1997).
3. Efek samping imunisasi pada bayi
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yang membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat.
Efek samping yang biasa terjadi adalah sebaagai berikut:
• BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. Setelah 2–3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah ±10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.
• DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, kemerahan atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri.Bila gejala diatas tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.
• Polio : Jarang timbuk efek samping.
• Campak : Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4–10 hari sesudah penyuntikan.
• Hepatitis : Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.
C. Tinjauan Umum yang mepengaruhi ketidapatuhan ibu melaksanakan imunisasi pada bayi
1. Pendidkan ibu
Pendidikan berarti proses mendidik yang oleh Ki Hajar Dewantara mendefinisikan sebagai daya upaya untuk berkembang budi pekerja (kekuatan batin), pikiran(intekek), dan jasmani anaknya maksudnya adalah kita memberikan kesempatan untuk hidup yaitu kehidupan dan penghidupan anak(Ekosusilo dan Kosihadi,1995)
Perkembangan manusia dipengaruhi dari dalam maupun dari luar.faktor dari dalam meliputi semua factor yangmengembangkan pikiran, perasaan segi social, bakat dan minat, dalam potensi ini akan tetap terpendam jika tidak dikembangkan melalui pendidikan sehingga ditinjau dari segi potensi, pendidikan mempunyai tugas untuk mengaktualisasikan potensi tersebut. Melalui pendidikan diharapkan membentuk keprebadian seseorang yang boleh dikatakan mempengaruhi semua perilaku individu dan bertalian dengan orang lain. Tingginya tingkat pendidikan akan mempengaruhi perilaku ibu terutama yang memiliki bayi untuk mencukupi kebutuhan imunisasi bayi (Nasution,1995).
2. Pengetahuan ibu
Bila pengetahuan dipahami, maka akan timbul suatu sikap dan perilaku untuk berparisipasi. Selain itu tingkat pengtahuan seseorang juga mempengaruhi perilaku dan sikap individu. Makin tinggi tingakat pengetahuan kesehatan sesorang maka tingata kesadaran juga tinggi sehingga ikut serta (Depkes,RI 1990).
3. Pekerjaan ibu
Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. Kegiatan atau aktifitas yang dilakukan sehari-hari apalagi untuk kelangsungan hidup, kadang mengakibatkan kepentingan lain yang menurutnya tidak mendesak menjadi disepelekan karena keterbatasan waktu. Hal ini berkaitan dengan ibu yang turut membantu perekonomian keluarga dengan menghabiskan waktu lama sehingga tidak dapat berpikir untuk kesehatan dirinya dan anaknya (Depdikbud,1991).
4. Paritas
Paritas adalah jumlah bayi yang dilahirkan baik hidup ataupun meninggal.seorrang ibu yang tinggal dinegara berkembang seperti halnya Indonesia memiliki kira-kira 5-6 orang anak, sednkan dinegara maju terdapat paling banyak 2 orang anak. Tingginya paritas ibudisumsikan mempunyai pengaruh terhadappellaksanaan imunisasi bayinya.pada umumnya anak pertama memiliki kasih saying yang lebih dibandingkan dengan anak lain setelahnya(sukarmi,1994).
5. Jarak
Jarak fisik puskesmas dari tempat tinggal diukur dengan kilometer, tempat beradanya puskesmas apakah itu di pinggir jalan raya yang ramai dengan transportasi ataupun puskesmas yang tempatnya tidak dilalui oleh kendaraan. Pada puskesmas yang dekat dan terletak dipinggir jalan raya maka banayk pengunjungnya. Factor jarak sangat mempengaruhi ibu berkunjung ke puskesmas untuk imunisasi bayinya.
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai oleh masyarakat.kecenderungan terjadi di pedesaan ataupun diperkotaan karena mudah dijankau baik secar fisik maupun psikologis(Azrul Azwar,1996).
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka konsep
Variabel independen
B. Hipotesis
1. Ada hubungan pengetahuan ibu dengan ketidakpatuhan melaksanakan imunisasi pada bayi.
2. Ada hubungan pendidikan ibu dengan ketidakpatuhan melaksanakan imunisasi pada bayi.
3. Ada hubungan pekerjaan ibu dengan ketidakpatuhan melaksanakan imunisasi pada bayi.
4. Ada hubungan paritas dengan ketidakpatuhan melaksanakan imunisasi pada bayi.
5. Ada hubungan jarak dengan ketidakpatuhan melaksanakan imunisasi pada bayi
BAB IV.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalh deskriftif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara factor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan ibu melaksanakan imunisasi pada bayinya.
B. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi adalahgeneralisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari (Sugiyono,2005). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak kurang dari satu tahun dan melakukan imunisasi di puskesmas Panca Rijang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristikyang dimiliki oleh populasi tersebut(Sugiono,2003).yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak kurang dari satu tahun dan melakukuan imunisasi di puskesmas Panca Rijang.
Kriteria inklusi
a. Bersedia menjadi responden
b. Ibu yang memiliki anak kurang dari satu tahun
c. Bertempet tinggal di kelurahan panca rijang
d. Dapat membaca dan menulis
kriteria eksklusi
a. Ibu yang memiliki anak lebih dari satu tahun
b. Tidak berada ditempat pada saat penelitian
Pada penelitian digunakan Total sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan keseluruhan dari jumlah populasi (Nursalam,2003)
C. Tempat dan waktu penelitian
Lokasi peneltian adalah di puskesmas Panca Rijang, yang dilaksanakan pada tahun 2012
D. Instrument pengumpilan data
1. Data primer
Untuk pengumpulan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian yang dilakukan, peneliti membuat instrument berupa kuisionertentang factor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan melakukan imunisasi pada bayinya. Kuisoner adalah sejumlah pernyataan trtulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari respondendalam arti laporan pribadinya atau hal-hal yang tidak diketahui(Arikanto,1994).
2. Data sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari puskesmas yang digunakan untuk melengkapi data-data yan diperlukan dalam penelitian ini.
E. Prosedur pengumpulan data
Prosedur penumpilan data dalam penelitian ini adalah
1. Mengidentifikasi tempat penelitaian dan target pepulasi
2. Menganjurkan permohan isin untuk melakukan penelitian dipuskesmas panca rijang
3. Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti akan melakukan pendekatan kepada responden untuk membaca dan menandatangani surat persetujuan bila calon respon bersedia.
4. Setelah responden menandatangani, peneliti akan mejelaskan tentang kuisioner dan bagaimana cara menjawab pertanyaan yang ada dalam kuisioner. Jika responden kurang mengeri maka diberi kesmpatan untuk bertanya.
F. Pengumpulan data
1. Penyuntingan data (editing)
Setelah data terkumpul, peneliti akan melakukan seleksi dan editing yakni memeriksa tiap kuisoner yang telah diisi mengenai kebanaran adata yang sesuai dengan variabel.
2. Pengkodean (coding)
Untuk memudahkan pengelolaan data maka semua jawaban atau data akan diberi kode
3. Table
Untuk memudahkan tubulasi data maka dibuat table untuk menganalisi data menurut sifat yang dimiliki.
4. Analisa data
Setelah mempunyai nilai skor dari tiap-tiap variabel, selanjunya dianalisa dengan menggunakan perangkat lunak SPSS.
Makalah Sikap dan Kepuasan Kerja
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam manajemen, fungsi organisasi terutama dalam hal pengawasan, organisasi perlu memantau para pekerjanya terhadap sikap, dan hubungannya dengan perilaku. Adakah kepuasan atau ketidak puasan karyawan dengan pengaruh pekerjaan di tempat kerja. Dalam organisasi, sikap amatlah penting karena komponen perilakunya. Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka.
Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatif yang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lapangan kerja mereka, ada tiga sikap yaitu, kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan, dan komitmen organisasional. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang pekerjaan tersebut. Keterlibatan pekerjaan , mengukur tingkat sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Karyawan yang mempunyai tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan. Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang tinggi benar-benar berhubungan dengan kewargaan organisasional dan kinerja pekerjaan. Keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisosial yang tingi berarti memihak organisasiyang merekrut individu tersebut.
Penilaian seorang karyawan tentang seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan. Berbagai studi independen, yang diadakan diantara para pekerja AS selama 30 tahun terakhir, pada umumnya menunjukkan bahwa mayoritas pekerja merasa puas dengan pekerjaan mereka. Meskipun jarak persentasinya lebar, tetapi lebih banyak individu melaporkan bahwa mereka merasa puas dibandingkan tidak puas. Apakah yang menyebabkan kepuasan kerja ? dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan, pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu sendirihampir selalu merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi secara keselruhan. Dengan perkataan lain, sebagian besar individu lebih menyukai kerja yang menantang dan membangkitkan semangat daripada kerja yang dapat diramalkan dan rutin.
B. Pembatasan Masalah
Penulisan makalah ini dibatasi hanya pada masalah “ Sikap dan Kepuasan Kerja “
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pemenuhan tugas mandiri mata kuliah Perilaku Organisasi.
2. Sebagai bahan bacaan dan referensi tambahan bagi pihak-pihak yang membutuhkannya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sikap dan Kepuasan Kerja
Menurut G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W. Alport di atas Tri Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya”.
Sedangkan Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 ) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:
- Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.
- Kedua, sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.
- Ketiga, sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.
- Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
- Kelima, sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan menurut Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian tentang sikap, tetapi berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
1. Komponen Sikap
Untuk benar-benar memahami sikap perlu mempertimbangkan karakteristik secara fundamental.
Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu :
a. Kognitif (cognitive).
Merupakan aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. (segmen opini atau keyakinan dari sikap)
b. Afektif (affective)
Merupakan aspek emosional dari faktor sosio psikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya, aspek ini menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu. (segmen emosional atau perasaan dari sikap)
c. Konatif (conative)
Komponen aspek vohsional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi (Notoatmodjo ,1997). (niat untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu).
Ketiga komponen tersebut sangat berkaitan. Secara khusus, dalam banyak cara antara kesadaran dan perasaan tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh, seorang karyawan tidak mendapatkan promosi yang menurutnya pantas ia dapatkan, tetapi yang malah mendapat promosi tersebut adalah rekan kerjanya. Sikap karyawan tersebut terhadap pengawasnya dapat diilustrasikan sebagai berikut :
opini, (karyawan tersebut berpikir ia pantas mendapat promosi itu), perasaan (karyawan tersebut tidak menyukai pengawasnya), dan perilaku (karyawan tersebut mencari pekerjaan lain). Jadi, opini / kesadaran menimbulkan perasaan yang kemudian menghasilkan perilaku ,dan pada kenyataannya komponen-komponen ini berkaitan dan sulit untuk dipisahkan.
Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka. Ini berarti bahwa individu berusaha untuk menetapkan sikap yang berbeda serta meluruskan sikap dan perilaku mereka sehingga mereka terlihat rasional dan konsisten. Ketika terdapat ketidakkonsistenan, timbulah dorongan untuk mengembalikan individu tersebut ke keadaan seimbang dimana sikap dan perilaku kembali konsisten. Ini bisa dilakukan dengan dengan cara mengubah sikap maupun perilaku, atau dengan mengembangkan rasionalisasi untuk ketidaksesuaian. Leon Festinger mengemukakan teori ketidaksesuaian kognitif (cognitive dissonance). Teori ini berusaha menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Ketidaksesuaian berarti ketidakkonsistenan. Ketidaksesuaian kognitif merujuk pada ketidaksesaian yang dirasaka oleh seorang individu antara dua sikap atau lebih, atau antara perilaku dan sikap. Festinger berpendapat bahwa bentuk ketidakkonsistenan apapun tidaklah menyenangkan dan karena itu individu akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian, dan tentunya ketidaknyamana tersebut. Oleh karena itu individu akan mencari keadaan yang stabil, dimana hanya ada sedikit ketidaksesuaian. Dan tidak ada individu yang bisa sepenuhnya menghindari ketidaksesuaian.
Penelitian yang sebelumnya tentang sikap menganggap bahwa sikap mempunyai hubungan sebab akibat dengan perilaku; yaitu sikap yang dimiliki individu menentukan apa yang mereka lakukan. Namun pada akhir tahun 1960-an hubungan yang diterima tentang sikap dan perilaku ditentang oleh sebuah tinjauan dari penelitian. Berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian yang menyelidiki hubungan sikap-perilaku, peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengan perilaku, atau paling banyak ada hubungan tapi sedikit . Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara signifikan dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa hubungan tersebut bisa ditingkatkan dengan memperhitungkan variable-variabel pengait , yakni pentingnya sikap, kekhususannya, aksesibilitasnya, apakah ada tekanan-tekanan sosial, dan apakah seseorang mempunyai pengalaman langsung dengan sikap tersebut. Sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan nilai-nilai fundamental, minat diri, atau identifikasi dengan individu atau kelompok yang dihargai oleh seseorang. Sikap-sikap yang dianggap penting oleh individu cenderung menunjukkan yang kuat dengan perilaku. Semakin khusus sikap tersebut maka semakin khusus perilaku tersebut , dan semakin kuat hubungan antara keduanya. Sikap yang mudah diingat cenderung lebih bisa digunakan untuk memprediksi perilaku bila dibandingkan sikap yang tidak bisa diakses dalam ingatan. Ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku keungkinan besar muncul ketika tekanan social untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu memiliki kekuatan yang luar biasa. Kesimpulannya , hubungan sikap-perilaku mungkin sekali mejadi jauh lebih kuat apabila sebuah sikap merujuk pada sesuatu, dimana individu tersebut mempunyai pengalaman pribadi secara langsung.
Teori persepsi diri (self-perception theory), adalah pandangan tentang sikap yang digunakan setelah melakukan sesuatu untuk memahami tindakan yang telah terjadi. Sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatifyang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lingkungan kerja mereka , aspek-aspek lingkungan kerja meliputi tiga sikap, yaitu:
- Sikap kepuasan kerja (job satisfaction), yaitu sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, berarti memiliki perasaan positif tentang pekerjaan itu.
- Sikap keterlibatan pekerjaan (job involvement), yaitu keterlibatan pekerjaan yang mengukur tingkatan sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang tinggi benar-benar berhubungan dengan organisasional dan kinerja pekerjaan., dan telah diketahui bahwa keterlibatan pekerjaan yang tinggi berhubungan dengan ketidakhadiran yang lebih sedikit dan angka pengunduran diri yang lebih rendah. Karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan.
- Sikap Komitmen Organisasional (organizational commitment), yaitu suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.
Dalam komitmen organisasional ada tiga dimensi yang terpisah :
1. Komitmen Afektif (affective commitment), perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Contoh: seorang karyawan Petco mungkin memiliki komitmen aktif untuk perusahaannya karena keterlibatannya dengan hewan-hewan.
2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment), nilai ekonomi yang dirasa sebagai akibat dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut. Contoh : seorang karyawan mungkin berkomitmen kepada seorang pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan keluarganya.
3. Komitmen normative (normative commitment), kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis. Contoh : seorang karyawan yang memelopori sebuah inisiatif baru, mungkin bertahan dengan seorang pemberi kerja karena ia merasa “ meninggalkan seseorang dalam keadaan yang sulit “ bila ia pergi.
Suatu penelitian menemukan bahwa komitmen afektif adalah pemrediksi berbagai hasil ( persepsi karakteristik tugas, kepuasan karier, dan niat untuk pergi). Hasil-hasil yang lemah untuk komitmen berkelanjutan adalah masuk akal karena hal ini sebenarnya bukan merupakan sebuah komitmen yang kuat .
Sikap kerja yang lain, dukungan organisasional yang dirasakan (perceived organizational support - POS) adalah, tingkat sampai mana karyawan yakin organisasi menghargai kontribsi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka. Contoh : seorang karyawan yakin bahwa organisasinya akan mengakomodasi dirinya apabila ia mempunyai masalah pengasuhan anak atau akan memaafkan kesalahan yang jujur dipihaknya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa individu merasa organisasi mereka bersikap suportif ketika penghargaan dipertimbangkan dengan adil, karyawan mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, dan pengawas mereka dianggap suportif. Sebuah konsep yang paling baru adalah keterlibatan karyawan (employee engagement), yaitu keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme individual dengan kerja yang mereka lakukan. Contoh : seseorang mungkin mengajukan pertanyaan kepada para karyawan tentang ketersediaan sumber dan peluang untuk mempelajari keterampilan-keterampilan baru, apakah mereka merasa kerja mereka penting dan berarti , dan apakah interaksi mereka dengan rekan-rekan kerja dan pengawas mereka menguntungkan.
Survei sikap, adalah upaya mendapatkan respon dari karyawan mealui kuesioner mengenai peraasaan mereka terhadap pekerjaan, tim kerja, penyelia dan, organisasi. Hasil survei sikap seringkali mengejutkan manajemen. Contoh : manajer di Heavy-Duty Dvision Springfield Remanufacturing berpikir bahwa segalanya sangat bagus, karena karyawan terlibat secara aktif didalam keputusan divisi dan profitailitas adalah tertinggi dalam sebuah perusahaan, manajemen beranggapan bahwa moral yang ada juga tinggi. Untuk meyakinkan karyawan, manajemen mengadakan sebuah sirvei sikap yang singkat. Karyawan ditanyai apakah mereka setuju atau tidak dengan pernyataan-pernyataan berikut : (1). Di tempat kerja opini anda berarti; (2). Anda sekalian yang ingin menjadi seorang pemimpin diperusahaan ini mempunyai peluang untuk menjadi seorang pemimpin; dan (3). Dalam enam bulan terakhir, seseorang berbicara kepada anda tentang perkembangan pribadi anda. Dalam survei tersebut, 43 persen tidak setuju dengan pernyataan yang pertama, 48 persen dengan yang kedua, dan 63 persen dengan yang ketiga. Manajemen sangat terkejut, bagaimana hal ini dapat terjadi ? Penggunaan survei sikap secara teratur memberi manajer umpan balik yang berharga mengenai bagaimana karyawan menerima kondisi kerja mereka. Kebijaksanaan dan praktek yang dianggap objektif dan adil oleh manajemen mungkin dianggap tidak adil oleh karyawan pada umumnya atau oleh kelompok karyawan tertentu. Apabila persepsi yang menyimpang ini menimbulkan sikap negatif tentang pekerjaan dan organisasi, adalah penting bagi manajemen untuk mengetahuinya. Penggunaan survey sikap regular bisa lebih awal menyiagakan manajemen terhadap masalah-masalah potensial dan niat-niat para karyawan sehingga tindakan bisa diambil untuk mencegah berbagai akibat negatif.
Seperti apakah program keberagaman di tempat kerja dan bagaimana hal ini menyampaikan perubahan sikap ? Hampir semuanya meliputi fase evaluasi diri . Individu didesak untuk memeriksa diri sendiri serta menghadapi stereotip etnis dan cultural yang mungkin merek miliki. Aktivitas tambahan yang dirancang untuk mengubah sikap termasuk mengatur individu untuk melakukan pekerjaan sukarela di pusat-pusat layanan soaial atau masyarakat guna bertemu secara langsung dengan individu atau kelompok dari latar balakang yang berbeda serta mengguakan latihan yang membiarkan para patisipan merasakan seperti apakah menjadi berbeda itu. Contoh : ketika individu berpartisipasi dalam latihan Blue Eyes – Brown Eyes (mata biru – mata coklat), dimana individu dipisahkan dan dipandang sebagai strereotip menurut warna mata mereka, para partisipan mengetahui seperti apakah rasanya dinilai oleh sesuatu atas mana mereka tidak mempunyai kendali. Bukti menyatakan latihan ini mengurangi sikap negatif terhadap individu yang berbeda dari para partisipan.
2. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Sebuah pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar-standar kinerja, menerima kondisi-kondisi kerja yang acapkali kurang ideal dan sebagainya. Jadi penilaian seorang karyawan tentang seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan.
Ada dua pendekatan yang digunakan dalam mengukur konsep tentang kepuasan kerja:
- Penilaian tunggal secara umum, dengan cara meminta individu untuk merespon satu pertanyaan, seperti “Dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puaskah diri anda dengan pekerjaan anda?”Kemudian para responden menjawab dengan cara melingkari sebuah angka antara 1 dan 5 yang cocok dengan jawaban dari “sangat puas” sampai “sangat tidak puas”. Metode ini tidak memakan waktu.
- Penyajian akhir aspek pekerjaan, ini lebih rumit, dengan mengidentifikasi elemen-elemen penting dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan tentang setiap elemen. Faktor-faktor yang akan dimasukkan adalah sifat pekerjaan, pengawasan, bayaran saat ini, peluang promosi, dan hubungan dengan rekan-rekan kerja. Semua faktor dinilai berdasarkan skala standar kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai kepuasan kerja. Metode ini berfokus pada keberadaan masing-masing masalah sehingga lebih mudah untuk menangani karyawanyang tidak bahagia serta menyelesaikan masalah dengan lebih cepat dan akurat.
Hasil perbandingan penilaian global satu pertanyaan dengan metode penyajian akhir dengan faktor-faktor pekerjaan yang lebih panjang , menunjukkan bahwa pada dasarnya yang pertama sama validnya dengan yang terakhir. Penjelasan terbaik untuk hasil ini adalah konsep kepuasan kerja yang pada dasarnya begitu luas sehingga satu pertanyaan menangkap intinya.
Pada kenyataannya, dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan, pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu sendiri hamper selalu merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi secara keseluruhan. Pekerjaan menarik yang memberikan pelatihan, variasi, kemerdekaan, dan kendali memuaskan sebagian besar karyawan. Ini berarti sebagian besar individu lebih menyukai kerja yang menantang dan membangkitkan semangat dari pada kerja yang dapat diramalkan dan rutin.
Masalah bayaran acapkali diutarakan ketika mendiskusikan kepuasan kerja, karena keduanya memiliki suatu hubungan yang menarik . Untuk individu yang miskin yang hidupya dibawah garis kemiskinan, atau yang hidup di negara-negara miskin , upah sangat berhubungan dengan kepuasan kerja dan kebahagiaan secara keseluruhan. Tetapi setelah seorang individu mencapai satu tingkat kehidupan yang nyaman (di AS sekitar $40.000 per tahun) hubungan tersebut sebenarnya menghilang. Dengan kata lain individu yang mendapat $80.000, rata-rata tidak lebih bahagia dengan pekerjaan mereka bila dibandingkan dengan mereka yang mendapatkan bayaran mendekati $40.000. Seorang peneliti tidak dapat menemukan berbedaan yang signifikan ketika ia membandingkan kesejahteraan orang-orang paling kaya dalam daftar Forbes 400 dengan para peternak Maasai di Afrika Timur.
Kepuasan kerja tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan, tetapi kepribadian juga berperan. Contoh : beberapa individu dipengaruhi untuk menyukai hampir segala hal, dan individu lain merasa tidak senang bahkan dalam pekerjaan yang tampaknya sangat hebat. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mempunyai kepribadian negative (mereka yang cenderung galak, kritis dan negatif) biasanya kurang puas dengan pekerjaan mereka.
Ada Konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Ada empat respons kerangka tersebut,yang berbeda dari satu sama lain bersama dengan dua dimensi : konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, berikut adalah respons tersebut :
• Keluar (exit), perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri)
• Aspirasi (voice), secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
• Kesetiaan (loyalty), secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”
• Pengabdian (neglect), secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurang usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.
Berikut adalah hasil yang lebih spesifik dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja :
- Kepuasan Kerja dan Kinerja. Menurut mitos, Pekerjaan yang bahagia cenderung lebih produktif, meskipun sulit untuk mengatakan kemana arah hubungan sebab akibat tersebut, akan tetapi beberapa peneliti percaya bahwa hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja pekerjaan adalah sebuah mitos manajemen. Hal ini terlihat pada penelitian ketika kita pindah dari tingkat individual ketingkat orgnisasi, kita juga menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan kerja. Ketika data produktivitas dan kepuasan kerja keseluruhan dikumpulkan untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan organisasi yang mempunyai karyawan yang kurang puas.
- Kepuasan Kerja dan OCB (organizational citizenship behavior). Karyawan yang puas cenderung berbicara secara positif tentang organisasi, membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu karyawan yang puas mungkin lebih mudah berbuat lebih dalam pekerjaan karena mereka igin merespon pengalaman positif mereka. Bukti terbaru menunjukkan bahwa kepausan mempengaruhi OCB, tetapi melalui persepsi-persepsi keadilan. Terdapat hubungan keseluruhan yang sederhana antara kepuasan kerja dan OCB, tetapi kepuasan tidak berkaitan dengan OCB ketika keadilan diperhitugkan karena kepuasan kerja tergantung pada gambaran mengenai hasil, perlakuan, dan prosedur-prosedur yang adil. Kepuasan anda cenderung menurun dan tidak signifikan ketika anda tidak merasa bahwa pengawas anda, prosedur organisasi atau kebijaksanaan bayaran tidak adil.
- Kepuasan Kerja dan Kepuasan pelanggan. Bukti menunjukkan bahwa karyawan yang puas bisa meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan, karena dalam organisasi, jasa pemeliharaan dan peninggalan pelanggan sangat bergantung pada bagaimana karyawan garis depan berhubungan dengan pelanggan. Karyawan yang merasa puas cenderung lebih ramah, ceria, dan responsif yang dihargai oleh para pelanggan, karena karyawan yang puas tidak mudah berpindah kerja, dan pelanggan akan menemui wajah-wajah yang familiar dan menerima layanan yang berpengalaman. Kualitas ini membangunkepuasan dan kesetian pelanggan. Hubungan tersebut juga dapat diterapkan sebaliknya, pelanggan yang tidak puas bisa meningkatkan ketidakpuasan kerja seorang karyawan. Karyawan yang mempunyai hubungan tetap dengan pelanggan melaporkan bahwa pelanggan yang kasar, tidak mempertimbangkan orang lain, atau menuntut dengan tidak masuk akal akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Contohnya terlihat pada perusahaan yang berorientasi jasa, sepertiFedEx, Southwest Airlaines, Four Seasons Hotels, American Express, dan Office Depot, terobsesi untuk menyenangkan pelanggan mereka. Perusahaan ini berusaha mempekerjakan karyawan yang ceria dan ramah, melatih karyawan demi kepentingan layanan pelanggan, menghargai layanan pelanggan, memberikan suasana kerja yang positif, dan memantau kepuasan karyawan secara tetap melalui survei-survei sikap.
- Kepuasan Kerja dan Ketidakhadiran. Karyawan yang tidak puas cenderung melalaikan pekerjaan dan factor-faktor lain memiliki pengaruh pada hubungan tersebut dan mengurangi koefisien korelasi. Contoh : Organisasi yang memberikan tunjangan cuti sakit secara bebas berupaya membesarkan hati semua karyawan mereka, termasuk mereka yang merasa sangat puas untuk mengambil cuti. Anggap saja bahwa seorang karyawan mempunyai sejumlah minat yang beragam, karyawan itu merasa kerja tersebut memuaskan namun masih meninggalkan kerja untuk menikmati tamasya akhir pekan selama tiga hari tanpa sanksi. Sebuah penelitian di Chicago menunjukkanbahwa pekerja yang mempunyai skor kepuasan tinggi memiliki kehadiran yang jauh lebih tinggi dari pada mereka yang mempunyai tingkat kepuasan yang lebih rendah. Penemuan ini benar-benar apa yang kita harapkan apabila kepuasan berhubungan secara negative dengan ketidakhadiran.
- Kepuasan Kerja dan Perputaran Karyawan. Bukti menunjukkan bahwa sebuah pengait penting dari hubungan kepuasan perputaran karyawan adalah tingkat kinerja karyawan, khususnya tingkat kepuasan tidak begitu penting dalam memprediksi perputaran karyawan untuk pekerja-pekerja ulung. Organisasi biasanya melakukan banyak upaya untuk mempertahankan orang-orang ini, mereka mendapatkan kenaikkan bayaran, pujian, pengakuan, peluang promosi yang meningkat dan lain-lain. Hal sebaliknya terjadi pada pekerja yang tidak baik, organisasi hanya mengerahkan sedikit usaha untuk memelihara mereka, bahkan mungkin ada tekanan-tekanan halus untuk mendorong mereka keluar. Oleh karena itu kita akan berharap bahwa kepuasan kerja lebih penting dalam memengaruhi pekerja yang tidak baik untuk tinggal bila dibandingkan dengan pekerja-pekerja ulung. Tanpa memerhatikan tingkat kepuasan, yang terakhir memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk tinggal dengan organisasi karena pengakuan, pujian dan penghargaan-penghargaan lain memberi mereka lebih banyak alasan untuk tinggal.
- Kepuasan Kerja dan Perilaku Menyimpang di Tempat Kerja. Para peneliti berpendapat bahwa perilaku adalah indicator sebuah sindrom yang lebih luas, yang disebut perilaku menyimpang di tempat kerja (penarikan diri karyawan). Kuncinya adalah apabila karyawan tidak menyukai lingkungan kerja mereka, entah bagaimana mereka akan merespons, dan tidak selalu mudah untuk meramalkan dengan pasti bagaimana mereka akan merespons. Seorang pekerja mungkin akan keluar, tetapi untuk pekerja yang lain mungkin merespons dengan menggunakan jam kerja untuk menjelajahi internet, membawa pulang persediaan ditempat kerja untuk penggunaan pribadi, dan sebagainya. Apabila para pemberi kerja ingin mengendalikan konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidakpuasan kerja, mereka lebih baik menyelesaikan sumber masalahnya, dan ketidakpuasannya daripada berusaha mengendalikan respons-respons yang berbeda.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Seorang manajer harus tertarik pada sikap para karyawan, karena sikap tersebut memberikan peringatanakan masalah-masalah potensial dan pengaruh terhadap perilaku, mereka juga akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Mengingat manajer ingin menekan angka pengunduran diri dan ketidakhadiran terutama diantara karyawan yang lebih produktif , mereka ingin melakukan hal- hal yang akan menghasilkan sikap kerja positif. Hal terpenting yang bisa dilakukan para manajer untuk meningkatkan kepuasan karyawan adalah berfokus pada bagian-bagian intrinsic pekerjaan, seperti membuat kerja tersebut menjadi menantang dan menarik. Meskipun bayaran yang rendah kemungkinan besar tidak akan menarik karyawan berkualitas tinggi atau mempertahankan pakerja-pekerja baik, para manajer harus sadar bahwa bayaran yang tinggi tidak mungkin menghasilkan lingkungan kerja yang memuaskan. Manajer juga harus sadar bahwa karyawan akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian kognitif, lebih penting ketidaksesuaian bisa diatur. Apabila karyawan diharuskan terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang tampaknya tidak konsisten dengan mereka atau yang berlawanan dengan sikap mereka, tekanan-tekanan untuk mengurangi ketidaksesuaian berkurang ketika karyawan merasa bahwa ketidaksesuaian tersebut dibebankan secara eksternal dan berada di luar kendali mereka atau apabila penghargaan-penghargaan tersebut cukup signifikan untuk mengimbangi katidaksesuaian tersebut.
Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)
Kepuasan kerja merupakan penerimaan positif atas kondisi dan situasi kerja.. Tidak seperti variabel sebelumnya, kepuasan kerja lebih menggambarkan sikap daripada perilaku. Dijadikannya kepuasan sebagai variabell dependen yang utama didasarkan pada berbagai penelitian yang memeperlihatkan hubungan kepuasan kerja dengan banyak faktor lain oleh peneliti PO.
Keyakinan bahwa karyawan yang merasa puas lebih produktif bila dibandingkan dengan karyawan yang tidak puas telah menjadi prinsip dasar di antara para manager selama bertahun-tahun, meski pun akhir-kahir ini terdapat keraguan tentang hubungan antara kepuasan – kinerja.
Penelitian yang mendukung berhasil dikumpulkan dari 2.500 unit bisnis yang menemukan bahwa unit yang mendapat nilai di atas 25 persen dalam survey opini karyawan adalah mencapai rata-rata 4,6% di atas anggaran penjualan mereka untuk tahun tersebut. Sementara mereka yang mendapat nilai dibawah 25 persen adalah 0,8 di bawah anggaran. Artinya, memang terdapat perbedaan yang signifikan dilihat dari kinerja berdasarkan kepuasan kerja.
Namun sebuah model yang dikembangkan oleh Lawyer justru sebaliknya. Dengan mengadopsi teori pengharapan, Lawyer menyusun sebuah model dengan urutan : Motivasi – Usaha / Kemampuan – Kinerja – Hasil kerja – Kepuasan. Atau dapat dinyatakan bahwa :
1. Pertama, kekuatan motivasi seseorang untuk berkinerja baik secara langsung nampak dari usahanya (seberapa keras ia bekerja). Usaha yang dihasilkan ini bisa saja menghasilkan kinerja yang bagus tepai bisa juga tidak, karena sekurang-kurangnya dua faktor harus benar jika usaha (effort) harus dikonversikan menjadi kinerja. Pertama, orang tersebut harus memiliki kemampuan yang dibutuhkan agar mampu bekerja dengan baik. Jika kemampuan dan usaha yang tidak tinggi maka tidak akan menghasilkan kinerja yang baik. Faktor kedua adalah persepsi orang tersebut tentang bagaimana usahanya dikonversikan dengan sebaik-baiknya menjadi kinerja. Di asumsikan bahwa persepsi ini dipelajari oleh individu dari pengalaman sebelumnya pada situasi yang sama. Persepsi “bagaimana melakukannya” ini jelas bisa lebar sekali variannya, dan kalau muncul persepsi salah maka kinerja bisa saja rendah meskipun usaha dan motivasi tinggi.
2. Kedua, ketika terjadi kinerja, individu memperoleh sejumlah hadil dari kerja. Hasil kerja ekstrinsik yang bisa saja tidak diterima oleh individu
3. Ketiga, sebagai akibat dari diperolehnya hasil kerja dan persepsi yenyang nilai rata-rata hasil kerja, individu memiliki respon efektif positif atau negatif (kepuasan atau ketidakpuasan)
4. Keempat, model ini menunjukkan peristiwa yang terjadi mempengaruhi perilaku organisasi dengan mengubah persepsi E – P,P – O, dan V. Proses ini digambarkan dalam garis putar umpan balik dan kemudian kembali ke motivasi.
5. TEORI KEPUASAAN KERJA DAN SIKAP KERJA
6. ANALISIS TEORI KEPUASAAN KERJA
PENDAHULUAN
Kepuasan kerja dalam teori motivasi Maslow menempati peringkat yang tinggi. Sebab ia berkaitan dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi dirinya dalam pekerjaan. Namun motivasi ini kadang terbendung oleh berbagai ragam kerutinan, hambatan lingkungan kerja yang kurang seimbang, atau situasi dan perangkat kerja yang secara ergonomis tidak mendukung peningkatan produktivitas kerja. Stres yang dialami karyawan dan kepuasan kerja yang didambakan seolah merupakan dua kondisi yang bukan saja berkaitan, tetapi sekaligus antagonistis.
Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Di sisi lain, bagaimana mungkin roda perusahaan berjalan baik, kalau karyawannya bekerja tidak produktif, artinya karyawan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan memiliki moril yang rendah.
Adalah menjadi tugas manajemen agar karyawan memiliki semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Berdasarkan pengalaman dan dari beberapa buku yang pernah saya baca, biasanya karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Untuk itu merupakan keharusan bagi perusahaan untuk mengenali faktor-faktor apa saja yang membuat karyawan puas bekerja di perusahaan. Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan, produktivitas pun akan meningkat.
Banyak perusahaan berkeyakinan bahwa pendapatan, gaji atau salary merupakan faktor utama yang mempengaruhi kepuasan karyawan. Sehingga ketika perusahaan merasa sudah memberikan gaji yang cukup, ia merasa bahwa karyawannya sudah puas. Sebenarnya kepuasan kerja karyawan tidak mutlak dipengaruhi oleh gaji semata. Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan.
Untuk lebih meyakini bahwa kesempatan berkembang merupakan faktor utama bagi kepuasan kerja karyawan, kita dapat membandingkan tingkat kepuasan karyawan baru dan karyawan lama di perusahaan. Karyawan baru cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi dibandingkan karyawan yang masa kerjanya lebih lama. Hal ini dikarenakan, biasanya karyawan baru mendapatkan perhatian lebih dari Manajemen, terutama dari atasannya langsung. Perhatian lebih ini dikarenakan sebagai karyawan baru, tentu pihak manajemen akan menjelaskan tanggung jawab dan tugas mereka. Sehingga terjalin komunikasi antara atasan dan bawahan. Hal ini membuat mereka merasa diperhatikan dan bersemangat untuk bekerja. Bahkan tidak sedikit karyawan baru yang mendapatkan beberapa training untuk menunjang tugasnya di awal masa kerja.
Sementara itu, karyawan lama yang sudah bekerja dalam kurun waktu tertentu, akan merasakan kejenuhan. Mereka menginginkan adanya perubahan dan tantangan baru dalam pekerjaannya. Tantangan ini mencakup baik dari sisi besarnya tanggung jawab atau mungkin jenis pekerjaan. Ketika perusahaan tidak memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkembang, hal ini akan membuat mereka demotivasi, malas bekerja dan produktivitasnya turun. Apabila perasaan ini dirasakan oleh sebagian besar karyawan lama, bisa dibayangkan betapa rendahnya tingkat produktivitas perusahaan secara keseluruhan dan bila dibiarkan perusahaan akan merugi.
II. PERMASALAHAN
Salah satu perusahaan rokok terkenal PT. XYZ di Jawa Timur yang sudah beroperasi lebih 80 tahun lamanya telah menciptakan suatu budaya perusahaan yang menjadi visi dan misi perusahaan untuk ke arah produktivitas yang baik.
Namun terjadi demonstrasi di Divisi Transportasi PT. XYZ disebabkan oleh adanya kebijakan manajemen untuk menggunakan jasa transportasi luar perusahaan untuk pengiriman barang-barang ke berbagai daerah. Keputusan manajemen menggunakan jasa angkut pihak luar ini, karena pengiriman barang ke berbagai sering mengalami keterlambatan. Dengan dipakainya jasa transportasi pihak luar ini, maka para sopir dan kernet merasa insentif yang diterimanya akan berkurang. Begitu juga premi perjalanan luar kota, uang lembur maupun kompensasi lainnya akan hilang. Inilah yang memicu para sopir dan kernet berunjuk rasa melakukan demonstrasi terhadap pimpinan perusahaan.
III. TUJUAN
Penulis ingin menganalisa mengapa terjadi kasus demonstrasi para sopir dan kernet PT. XYZ di Jawa Timur terhadap pimpinan perusahaan.
IV. TEORI
Suatu organisasi/Perusahaan terdiri dari input, proses dan outcomes. Input adalah komponen-komponen yang ada di luar lingkungan organisasi antara lain sumber daya manusia dan peraturan pemerintah. Proses meliputi komponen-komponen antara lain motivasi, persepsi, komunikasi, kepemimpinan dan konflik. Sedangkan komponen outcomes antara lain meliputi kinerja individu dan kelompok, serta efektivitas organisasi.
Memahami lebih dalam mengenai salah satu komponen dari organisasi ini , maka kit aperlu memahami bahwa setiap individu sebagai sumber daya ,manusia dalam suatu organisasi/perusahaan memiliki Nilai-nilai kerja (work value), yaitu suatu keyakinan pribadi seorang pekerja tentang hasil apa yang diperkirakan dari pekerjaaannya dan bagaimana seharusnya dia berprilaku dalam bekerja.
Nilai-nilai kerja dibadi 2 yaitu nilai kerja intrinsik (intrinsic work values) dan nilai kerja ekstrinsik (extrinsic work value). George & Jones memberikan perbandingan antara kedua nilai kerja sebagai berikut dalam tabel:
Nilai kerja intrinsik Nilai kerja ekstrinsik
- Kerja yang menarik - Gaji tinggi
- Kerja yang menantang - Keamanan kerja
- Belajar sesuatu yang baru - Keuntungan kerja
- Membuat konstribusi penting - Status pada komunitas yang lebih luas
- Berpotensi tinggi - Kontak sosial
- Tanggung jawab dan otonomi - Waktu dengan keluarga
- Menjadi kreatif - Waktu untuk hobi
dan karena mereka mempunyai nilai nilai kerja, mereka juga memiliki sikap kerja. Sikap menurut Robbins (2001) adalah suatu pernyataan atau pertimbangan evaluatif mengenai obyek, orang, atau peristiwa. Sikap tidak sama dengan nilai, namun keduanya dihubungkan.
Robbins mengetengahkan bahwa riset perilaku organisasi atau perusahaan telah memfokuskan pada tiga jenis sikap yaitu:
1. Kepuasan kerja (job satisfaction)
Merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.
2. Keterlibatan kerja (job involvement)
Merupakan ukuran derajat sejauh mana seseorang memihak secara
psikologis terhadap pekerjaannya dan menganggap kinerjanya sebagai
ukuran harga diri.
3. Komitmen organisasional (organizational commitment)
Adalah derajat sejauh mana seorang karyawan memihak suatu organisasi \
tertentu dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut
dari ketiga jenis sikap yang menjadi komponen penentuan sikap pegawai, maka terbentuklah suatu sikap puas/tidaknya seseorang terhadap pekerjaannya.
Menurut Robbins (2001) kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Definisi ini mengandung pengertian yang luas. Dengan kata lain kepuasan kerja merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang terbedakan dan terpisahkan satu sama lain (discrete job elements). Jika mengacu pada George & Jones (2002), kepuasan kerja merupakan kumpulan feelings dan beliefes yang dimiliki orang tentang pekerjaannya. Pengungkapan ketidak puasan pegawai bisa disampaikan dalam 4 cara:
1. Respon Voice (aktif & konstruktif, memberikan saran)
2. Respon Loyalty (pasive: tidak melakukan apapun/constructive:harapan kondisi membaik)
3. Repon neglect (Pasive : tidak mau tau/Destructive:membiarkan kondisi memburuk)
4. Respon Exit (Destructive:karyawan keluar/Active: mencari pekerjaan baru)
V. ANALISIS MASALAH
Dari kerangka pikir diatas, maka menurut saya terjadinya demontrasi disebabkan oleh karena secara nilai ektrinsik dan intrisik para supir merasa tidak memperoleh kepuasan kerja:
Nilai kerja Intrinsik bagi PT”XYZ”
Kerja tidak menarik, Mungkin karena sehari hari hanya menyetir mobil, Kerja kurang menantang,karena sudah terbiasa dengan pekerjaan yang ada jadi tidak adanya tantangan, Tidak belajar suatu yang baru,Tidak membuat kontribusi penting.Karena system sudah berjalan,jadi tinggal menjalankan saja,tanpa harus membuat konsep baru,Tidak menganggap potensi tinggi, karena hanya bisa menyetir, Kurang tanggung jawab dan otonomi,karena gaji dan fasilitas kecil,Kurang kreatif,karena melakukan hal-hal yang monoton setiap hari.
Nilai kerja Ektrinsik bagi PT ‘XYZ”
Gaji tidak tinggi jadi mereka berkerja hanya karena merasa sudah digaji dan enggan bernuat lebih dari pekerjaan mereka, Keamanan Kerja,tidak ada keamanan kerja karena dipakai transportasi luar dari perusahaan, keuntungan kerja,tidak akan adanya keuntungan kerja lagi,karena tidak ada premi perjalanan, uang lembur dan kompensasi yang lain hilang karena adanya transportasi dari luar, status pada komunitas yang lebih luas,Kontak sosial, waktu dengan keluarga, waktu untuk hobi, mungkin memang tidak bisa punya banyak waktu untuk hal tersebut.
Dengan Nilai nilai tersebut diatas maka timbul sikap yang diakibatkan oleh :
1. Job Satisfaction berkurang ,ditandai dengan demonstrasi dengan tuntutan perbaikan fasilitas dan kompensasi yang meningkat
tiap tahun
2. Job Involvement berkurang, karena merasa dianggap tidak mampu sehingga menyentuh ego harga diri mereka
3. Organizational Commitment adalah personal need, mereka lebih mementingkan uang yang bisa masuk ke kantung mereka ketimbang profesionalisme perusahaan secara keseluruhan.
Dan terbentuknya sikap itu membuat mereka memilih untuk mengungkapakan ketidak puasan mereka secara Respon Voice (aktif dan konstruktiv), mereka mengeluarkan suaa dengan cara demontrasi. Intinya mereka tetap mau supaya transportasi tidak diserahkan pada pihak luar tapi tetap dijalankan oleh mereka.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari kasus demonstrasi di perusahaan PT. XYZ Jawa Timur dapat disimpulkan bahwa manajemen perusahaan PT. XYZ di Jawa Timur belum memahami dan mengerti konsep-konsep nilai, sikap dan kepuasan kerja dalam implementasi Perilaku Organisasi atau Perusahaan
Seharusnya sebelum mengambil suatu kebijakan dan keputusan perusahaan terutama untuk merubah kebijakan perusahaan yang sudah lama dan rutin dilakukan, manajemen perusahaan harus memahami dan mempelajari terlebih dahulu konsep-konsep nilai, sikap dan kepuasan kerja.
Komunikasi yang efektive seharusnya diambil oleh perusahaan agar bias didapatkan kesepakatan yang menggembirakan. Beberapa petunjuk bagi pimpinan dalam berkomunikasi dengan anggota :
• Pimpinan harus committed terhadap pentingnya komunikasi
• Tindakan harus sesuai dengan perkataan
• Kommit terhadap komunikasi dua arah
• Penekanan pada komunikasi tatap muka
• Pastikan para karyawan mendapatkan informasi yang benar dan cukup
• Dealing with bad news
• Kebutuhan informasi tidak sama bagi setiap karyawan/kelompok
• Treat komunikasi sebagai suatu proses yang terus berjalan
Karena dalam organisasi, komunikasi memiliki empat fungsi, antaralain :
• Menyediakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan anggota organisasi untuk membuat keputusan.
• Sebagai alat untuk memotivasi anggota. Komunikasi dibutuhkan untuk menjelaskan tujuan organisasi, memberikan umpan balik
terhadap pencapaian tujuan dan penguatan terhadap perilaku anggota.
• Sebagai alat untuk mengendalikan perilaku.
• Sebagai media untuk mengungkapkan emosi an
Robbins mengetengahkan bahwa riset perilaku organisasi atau perusahaan telah memfokuskan pada tiga jenis sikap yaitu:
1. Kepuasan kerja (job satisfaction)
Merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.
2. Keterlibatan kerja (job involvement)
Merupakan ukuran derajat sejauh mana seseorang memihak secara
psikologis terhadap pekerjaannya dan menganggap kinerjanya sebagai
ukuran harga diri.
3. Komitmen organisasional (organizational commitment)
Adalah derajat sejauh mana seorang karyawan memihak suatu organisasi \
tertentu dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut
dari ketiga jenis sikap yang menjadi komponen penentuan sikap pegawai, maka terbentuklah suatu sikap puas/tidaknya seseorang terhadap pekerjaannya.
Menurut Robbins (2001) kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Definisi ini mengandung pengertian yang luas. Dengan kata lain kepuasan kerja merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang terbedakan dan terpisahkan satu sama lain (discrete job elements). Jika mengacu pada George & Jones (2002), kepuasan kerja merupakan kumpulan feelings dan beliefes yang dimiliki orang tentang pekerjaannya. Pengungkapan ketidak puasan pegawai bisa disampaikan dalam 4 cara:
1. Respon Voice (aktif & konstruktif, memberikan saran)
2. Respon Loyalty (pasive: tidak melakukan apapun/constructive:harapan kondisi membaik)
3. Repon neglect (Pasive : tidak mau tau/Destructive:membiarkan kondisi memburuk)
4. Respon Exit (Destructive:karyawan keluar/Active: mencari pekerjaan baru)
Analisis masalah
Dari kerangka pikir diatas, maka menurut saya terjadinya demontrasi disebabkan oleh karena secara nilai ektrinsik dan intrisik para supir merasa tidak memperoleh kepuasan kerja:
Nilai kerja Intrinsik bagi PT”XYZ”
Kerja tidak menarik, Mungkin karena sehari hari hanya menyetir mobil, Kerja kurang menantang,karena sudah terbiasa dengan pekerjaan yang ada jadi tidak adanya tantangan, Tidak belajar suatu yang baru,Tidak membuat kontribusi penting.Karena system sudah berjalan,jadi tinggal menjalankan saja,tanpa harus membuat konsep baru,Tidak menganggap potensi tinggi, karena hanya bisa menyetir, Kurang tanggung jawab dan otonomi,karena gaji dan fasilitas kecil,Kurang kreatif,karena melakukan hal-hal yang monoton setiap hari.
Nilai kerja Ektrinsik bagi PT ‘XYZ”
Gaji tidak tinggi jadi mereka berkerja hanya karena merasa sudah digaji dan enggan bernuat lebih dari pekerjaan mereka, Keamanan Kerja,tidak ada keamanan kerja karena dipakai transportasi luar dari perusahaan, keuntungan kerja,tidak akan adanya keuntungan kerja lagi,karena tidak ada premi perjalanan, uang lembur dan kompensasi yang lain hilang karena adanya transportasi dari luar, status pada komunitas yang lebih luas,Kontak sosial, waktu dengan keluarga, waktu untuk hobi, mungkin memang tidak bisa punya banyak waktu untuk hal tersebut.
Dengan Nilai nilai tersebut diatas maka timbul sikap yang diakibatkan oleh :
1. Job Satisfaction berkurang ,ditandai dengan demonstrasi dengan tuntutan perbaikan fasilitas dan kompensasi yang meningkat
tiap tahun
2. Job Involvement berkurang, karena merasa dianggap tidak mampu sehingga menyentuh ego harga diri mereka
3. Organizational Commitment adalah personal need, mereka lebih mementingkan uang yang bisa masuk ke kantung mereka ketimbang profesionalisme perusahaan secara keseluruhan.
Dan terbentuknya sikap itu membuat mereka memilih untuk mengungkapakan ketidak puasan mereka secara Respon Voice (aktif dan konstruktiv), mereka mengeluarkan suaa dengan cara demontrasi. Intinya mereka tetap mau supaya transportasi tidak diserahkan pada pihak luar tapi tetap dijalankan oleh mereka.
Kesimpulan & Saran
Dari kasus demonstrasi di perusahaan PT. XYZ Jawa Timur dapat disimpulkan bahwa manajemen perusahaan PT. XYZ di Jawa Timur belum memahami dan mengerti konsep-konsep nilai, sikap dan kepuasan kerja dalam implementasi Perilaku Organisasi atau Perusahaan
Seharusnya sebelum mengambil suatu kebijakan dan keputusan perusahaan terutama untuk merubah kebijakan perusahaan yang sudah lama dan rutin dilakukan, manajemen perusahaan harus memahami dan mempelajari terlebih dahulu konsep-konsep nilai, sikap dan kepuasan kerja.
Komunikasi yang efektive seharusnya diambil oleh perusahaan agar bias didapatkan kesepakatan yang menggembirakan. Beberapa petunjuk bagi pimpinan dalam berkomunikasi dengan anggota :
• Pimpinan harus committed terhadap pentingnya komunikasi
• Tindakan harus sesuai dengan perkataan
• Kommit terhadap komunikasi dua arah
• Penekanan pada komunikasi tatap muka
• Pastikan para karyawan mendapatkan informasi yang benar dan cukup
• Dealing with bad news
• Kebutuhan informasi tidak sama bagi setiap karyawan/kelompok
• Treat komunikasi sebagai suatu proses yang terus berjalan
Karena dalam organisasi, komunikasi memiliki empat fungsi, antaralain :
• Menyediakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan anggota organisasi untuk membuat keputusan.
• Sebagai alat untuk memotivasi anggota. Komunikasi dibutuhkan untuk menjelaskan tujuan organisasi, memberikan umpan balik
terhadap pencapaian tujuan dan penguatan terhadap perilaku anggota.
• Sebagai alat untuk mengendalikan perilaku.
• Sebagai media untuk mengungkapkan emosinya
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam manajemen, fungsi organisasi terutama dalam hal pengawasan, organisasi perlu memantau para pekerjanya terhadap sikap, dan hubungannya dengan perilaku. Adakah kepuasan atau ketidak puasan karyawan dengan pengaruh pekerjaan di tempat kerja. Dalam organisasi, sikap amatlah penting karena komponen perilakunya. Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka.
Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatif yang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lapangan kerja mereka, ada tiga sikap yaitu, kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan, dan komitmen organisasional. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang pekerjaan tersebut. Keterlibatan pekerjaan , mengukur tingkat sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Karyawan yang mempunyai tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan. Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang tinggi benar-benar berhubungan dengan kewargaan organisasional dan kinerja pekerjaan. Keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisosial yang tingi berarti memihak organisasiyang merekrut individu tersebut.
Penilaian seorang karyawan tentang seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan. Berbagai studi independen, yang diadakan diantara para pekerja AS selama 30 tahun terakhir, pada umumnya menunjukkan bahwa mayoritas pekerja merasa puas dengan pekerjaan mereka. Meskipun jarak persentasinya lebar, tetapi lebih banyak individu melaporkan bahwa mereka merasa puas dibandingkan tidak puas. Apakah yang menyebabkan kepuasan kerja ? dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan, pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu sendirihampir selalu merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi secara keselruhan. Dengan perkataan lain, sebagian besar individu lebih menyukai kerja yang menantang dan membangkitkan semangat daripada kerja yang dapat diramalkan dan rutin.
B. Pembatasan Masalah
Penulisan makalah ini dibatasi hanya pada masalah “ Sikap dan Kepuasan Kerja “
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pemenuhan tugas mandiri mata kuliah Perilaku Organisasi.
2. Sebagai bahan bacaan dan referensi tambahan bagi pihak-pihak yang membutuhkannya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sikap dan Kepuasan Kerja
Menurut G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W. Alport di atas Tri Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya”.
Sedangkan Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 ) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:
- Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.
- Kedua, sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.
- Ketiga, sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.
- Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
- Kelima, sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan menurut Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian tentang sikap, tetapi berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
1. Komponen Sikap
Untuk benar-benar memahami sikap perlu mempertimbangkan karakteristik secara fundamental.
Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu :
a. Kognitif (cognitive).
Merupakan aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. (segmen opini atau keyakinan dari sikap)
b. Afektif (affective)
Merupakan aspek emosional dari faktor sosio psikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya, aspek ini menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu. (segmen emosional atau perasaan dari sikap)
c. Konatif (conative)
Komponen aspek vohsional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi (Notoatmodjo ,1997). (niat untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu).
Ketiga komponen tersebut sangat berkaitan. Secara khusus, dalam banyak cara antara kesadaran dan perasaan tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh, seorang karyawan tidak mendapatkan promosi yang menurutnya pantas ia dapatkan, tetapi yang malah mendapat promosi tersebut adalah rekan kerjanya. Sikap karyawan tersebut terhadap pengawasnya dapat diilustrasikan sebagai berikut :
opini, (karyawan tersebut berpikir ia pantas mendapat promosi itu), perasaan (karyawan tersebut tidak menyukai pengawasnya), dan perilaku (karyawan tersebut mencari pekerjaan lain). Jadi, opini / kesadaran menimbulkan perasaan yang kemudian menghasilkan perilaku ,dan pada kenyataannya komponen-komponen ini berkaitan dan sulit untuk dipisahkan.
Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka. Ini berarti bahwa individu berusaha untuk menetapkan sikap yang berbeda serta meluruskan sikap dan perilaku mereka sehingga mereka terlihat rasional dan konsisten. Ketika terdapat ketidakkonsistenan, timbulah dorongan untuk mengembalikan individu tersebut ke keadaan seimbang dimana sikap dan perilaku kembali konsisten. Ini bisa dilakukan dengan dengan cara mengubah sikap maupun perilaku, atau dengan mengembangkan rasionalisasi untuk ketidaksesuaian. Leon Festinger mengemukakan teori ketidaksesuaian kognitif (cognitive dissonance). Teori ini berusaha menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Ketidaksesuaian berarti ketidakkonsistenan. Ketidaksesuaian kognitif merujuk pada ketidaksesaian yang dirasaka oleh seorang individu antara dua sikap atau lebih, atau antara perilaku dan sikap. Festinger berpendapat bahwa bentuk ketidakkonsistenan apapun tidaklah menyenangkan dan karena itu individu akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian, dan tentunya ketidaknyamana tersebut. Oleh karena itu individu akan mencari keadaan yang stabil, dimana hanya ada sedikit ketidaksesuaian. Dan tidak ada individu yang bisa sepenuhnya menghindari ketidaksesuaian.
Penelitian yang sebelumnya tentang sikap menganggap bahwa sikap mempunyai hubungan sebab akibat dengan perilaku; yaitu sikap yang dimiliki individu menentukan apa yang mereka lakukan. Namun pada akhir tahun 1960-an hubungan yang diterima tentang sikap dan perilaku ditentang oleh sebuah tinjauan dari penelitian. Berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian yang menyelidiki hubungan sikap-perilaku, peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengan perilaku, atau paling banyak ada hubungan tapi sedikit . Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara signifikan dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa hubungan tersebut bisa ditingkatkan dengan memperhitungkan variable-variabel pengait , yakni pentingnya sikap, kekhususannya, aksesibilitasnya, apakah ada tekanan-tekanan sosial, dan apakah seseorang mempunyai pengalaman langsung dengan sikap tersebut. Sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan nilai-nilai fundamental, minat diri, atau identifikasi dengan individu atau kelompok yang dihargai oleh seseorang. Sikap-sikap yang dianggap penting oleh individu cenderung menunjukkan yang kuat dengan perilaku. Semakin khusus sikap tersebut maka semakin khusus perilaku tersebut , dan semakin kuat hubungan antara keduanya. Sikap yang mudah diingat cenderung lebih bisa digunakan untuk memprediksi perilaku bila dibandingkan sikap yang tidak bisa diakses dalam ingatan. Ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku keungkinan besar muncul ketika tekanan social untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu memiliki kekuatan yang luar biasa. Kesimpulannya , hubungan sikap-perilaku mungkin sekali mejadi jauh lebih kuat apabila sebuah sikap merujuk pada sesuatu, dimana individu tersebut mempunyai pengalaman pribadi secara langsung.
Teori persepsi diri (self-perception theory), adalah pandangan tentang sikap yang digunakan setelah melakukan sesuatu untuk memahami tindakan yang telah terjadi. Sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatifyang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lingkungan kerja mereka , aspek-aspek lingkungan kerja meliputi tiga sikap, yaitu:
- Sikap kepuasan kerja (job satisfaction), yaitu sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, berarti memiliki perasaan positif tentang pekerjaan itu.
- Sikap keterlibatan pekerjaan (job involvement), yaitu keterlibatan pekerjaan yang mengukur tingkatan sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang tinggi benar-benar berhubungan dengan organisasional dan kinerja pekerjaan., dan telah diketahui bahwa keterlibatan pekerjaan yang tinggi berhubungan dengan ketidakhadiran yang lebih sedikit dan angka pengunduran diri yang lebih rendah. Karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan.
- Sikap Komitmen Organisasional (organizational commitment), yaitu suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.
Dalam komitmen organisasional ada tiga dimensi yang terpisah :
1. Komitmen Afektif (affective commitment), perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Contoh: seorang karyawan Petco mungkin memiliki komitmen aktif untuk perusahaannya karena keterlibatannya dengan hewan-hewan.
2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment), nilai ekonomi yang dirasa sebagai akibat dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut. Contoh : seorang karyawan mungkin berkomitmen kepada seorang pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan keluarganya.
3. Komitmen normative (normative commitment), kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis. Contoh : seorang karyawan yang memelopori sebuah inisiatif baru, mungkin bertahan dengan seorang pemberi kerja karena ia merasa “ meninggalkan seseorang dalam keadaan yang sulit “ bila ia pergi.
Suatu penelitian menemukan bahwa komitmen afektif adalah pemrediksi berbagai hasil ( persepsi karakteristik tugas, kepuasan karier, dan niat untuk pergi). Hasil-hasil yang lemah untuk komitmen berkelanjutan adalah masuk akal karena hal ini sebenarnya bukan merupakan sebuah komitmen yang kuat .
Sikap kerja yang lain, dukungan organisasional yang dirasakan (perceived organizational support - POS) adalah, tingkat sampai mana karyawan yakin organisasi menghargai kontribsi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka. Contoh : seorang karyawan yakin bahwa organisasinya akan mengakomodasi dirinya apabila ia mempunyai masalah pengasuhan anak atau akan memaafkan kesalahan yang jujur dipihaknya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa individu merasa organisasi mereka bersikap suportif ketika penghargaan dipertimbangkan dengan adil, karyawan mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, dan pengawas mereka dianggap suportif. Sebuah konsep yang paling baru adalah keterlibatan karyawan (employee engagement), yaitu keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme individual dengan kerja yang mereka lakukan. Contoh : seseorang mungkin mengajukan pertanyaan kepada para karyawan tentang ketersediaan sumber dan peluang untuk mempelajari keterampilan-keterampilan baru, apakah mereka merasa kerja mereka penting dan berarti , dan apakah interaksi mereka dengan rekan-rekan kerja dan pengawas mereka menguntungkan.
Survei sikap, adalah upaya mendapatkan respon dari karyawan mealui kuesioner mengenai peraasaan mereka terhadap pekerjaan, tim kerja, penyelia dan, organisasi. Hasil survei sikap seringkali mengejutkan manajemen. Contoh : manajer di Heavy-Duty Dvision Springfield Remanufacturing berpikir bahwa segalanya sangat bagus, karena karyawan terlibat secara aktif didalam keputusan divisi dan profitailitas adalah tertinggi dalam sebuah perusahaan, manajemen beranggapan bahwa moral yang ada juga tinggi. Untuk meyakinkan karyawan, manajemen mengadakan sebuah sirvei sikap yang singkat. Karyawan ditanyai apakah mereka setuju atau tidak dengan pernyataan-pernyataan berikut : (1). Di tempat kerja opini anda berarti; (2). Anda sekalian yang ingin menjadi seorang pemimpin diperusahaan ini mempunyai peluang untuk menjadi seorang pemimpin; dan (3). Dalam enam bulan terakhir, seseorang berbicara kepada anda tentang perkembangan pribadi anda. Dalam survei tersebut, 43 persen tidak setuju dengan pernyataan yang pertama, 48 persen dengan yang kedua, dan 63 persen dengan yang ketiga. Manajemen sangat terkejut, bagaimana hal ini dapat terjadi ? Penggunaan survei sikap secara teratur memberi manajer umpan balik yang berharga mengenai bagaimana karyawan menerima kondisi kerja mereka. Kebijaksanaan dan praktek yang dianggap objektif dan adil oleh manajemen mungkin dianggap tidak adil oleh karyawan pada umumnya atau oleh kelompok karyawan tertentu. Apabila persepsi yang menyimpang ini menimbulkan sikap negatif tentang pekerjaan dan organisasi, adalah penting bagi manajemen untuk mengetahuinya. Penggunaan survey sikap regular bisa lebih awal menyiagakan manajemen terhadap masalah-masalah potensial dan niat-niat para karyawan sehingga tindakan bisa diambil untuk mencegah berbagai akibat negatif.
Seperti apakah program keberagaman di tempat kerja dan bagaimana hal ini menyampaikan perubahan sikap ? Hampir semuanya meliputi fase evaluasi diri . Individu didesak untuk memeriksa diri sendiri serta menghadapi stereotip etnis dan cultural yang mungkin merek miliki. Aktivitas tambahan yang dirancang untuk mengubah sikap termasuk mengatur individu untuk melakukan pekerjaan sukarela di pusat-pusat layanan soaial atau masyarakat guna bertemu secara langsung dengan individu atau kelompok dari latar balakang yang berbeda serta mengguakan latihan yang membiarkan para patisipan merasakan seperti apakah menjadi berbeda itu. Contoh : ketika individu berpartisipasi dalam latihan Blue Eyes – Brown Eyes (mata biru – mata coklat), dimana individu dipisahkan dan dipandang sebagai strereotip menurut warna mata mereka, para partisipan mengetahui seperti apakah rasanya dinilai oleh sesuatu atas mana mereka tidak mempunyai kendali. Bukti menyatakan latihan ini mengurangi sikap negatif terhadap individu yang berbeda dari para partisipan.
2. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Sebuah pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar-standar kinerja, menerima kondisi-kondisi kerja yang acapkali kurang ideal dan sebagainya. Jadi penilaian seorang karyawan tentang seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan.
Ada dua pendekatan yang digunakan dalam mengukur konsep tentang kepuasan kerja:
- Penilaian tunggal secara umum, dengan cara meminta individu untuk merespon satu pertanyaan, seperti “Dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puaskah diri anda dengan pekerjaan anda?”Kemudian para responden menjawab dengan cara melingkari sebuah angka antara 1 dan 5 yang cocok dengan jawaban dari “sangat puas” sampai “sangat tidak puas”. Metode ini tidak memakan waktu.
- Penyajian akhir aspek pekerjaan, ini lebih rumit, dengan mengidentifikasi elemen-elemen penting dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan tentang setiap elemen. Faktor-faktor yang akan dimasukkan adalah sifat pekerjaan, pengawasan, bayaran saat ini, peluang promosi, dan hubungan dengan rekan-rekan kerja. Semua faktor dinilai berdasarkan skala standar kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai kepuasan kerja. Metode ini berfokus pada keberadaan masing-masing masalah sehingga lebih mudah untuk menangani karyawanyang tidak bahagia serta menyelesaikan masalah dengan lebih cepat dan akurat.
Hasil perbandingan penilaian global satu pertanyaan dengan metode penyajian akhir dengan faktor-faktor pekerjaan yang lebih panjang , menunjukkan bahwa pada dasarnya yang pertama sama validnya dengan yang terakhir. Penjelasan terbaik untuk hasil ini adalah konsep kepuasan kerja yang pada dasarnya begitu luas sehingga satu pertanyaan menangkap intinya.
Pada kenyataannya, dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan, pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu sendiri hamper selalu merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi secara keseluruhan. Pekerjaan menarik yang memberikan pelatihan, variasi, kemerdekaan, dan kendali memuaskan sebagian besar karyawan. Ini berarti sebagian besar individu lebih menyukai kerja yang menantang dan membangkitkan semangat dari pada kerja yang dapat diramalkan dan rutin.
Masalah bayaran acapkali diutarakan ketika mendiskusikan kepuasan kerja, karena keduanya memiliki suatu hubungan yang menarik . Untuk individu yang miskin yang hidupya dibawah garis kemiskinan, atau yang hidup di negara-negara miskin , upah sangat berhubungan dengan kepuasan kerja dan kebahagiaan secara keseluruhan. Tetapi setelah seorang individu mencapai satu tingkat kehidupan yang nyaman (di AS sekitar $40.000 per tahun) hubungan tersebut sebenarnya menghilang. Dengan kata lain individu yang mendapat $80.000, rata-rata tidak lebih bahagia dengan pekerjaan mereka bila dibandingkan dengan mereka yang mendapatkan bayaran mendekati $40.000. Seorang peneliti tidak dapat menemukan berbedaan yang signifikan ketika ia membandingkan kesejahteraan orang-orang paling kaya dalam daftar Forbes 400 dengan para peternak Maasai di Afrika Timur.
Kepuasan kerja tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan, tetapi kepribadian juga berperan. Contoh : beberapa individu dipengaruhi untuk menyukai hampir segala hal, dan individu lain merasa tidak senang bahkan dalam pekerjaan yang tampaknya sangat hebat. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mempunyai kepribadian negative (mereka yang cenderung galak, kritis dan negatif) biasanya kurang puas dengan pekerjaan mereka.
Ada Konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Ada empat respons kerangka tersebut,yang berbeda dari satu sama lain bersama dengan dua dimensi : konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, berikut adalah respons tersebut :
• Keluar (exit), perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri)
• Aspirasi (voice), secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
• Kesetiaan (loyalty), secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”
• Pengabdian (neglect), secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurang usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.
Berikut adalah hasil yang lebih spesifik dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja :
- Kepuasan Kerja dan Kinerja. Menurut mitos, Pekerjaan yang bahagia cenderung lebih produktif, meskipun sulit untuk mengatakan kemana arah hubungan sebab akibat tersebut, akan tetapi beberapa peneliti percaya bahwa hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja pekerjaan adalah sebuah mitos manajemen. Hal ini terlihat pada penelitian ketika kita pindah dari tingkat individual ketingkat orgnisasi, kita juga menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan kerja. Ketika data produktivitas dan kepuasan kerja keseluruhan dikumpulkan untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan organisasi yang mempunyai karyawan yang kurang puas.
- Kepuasan Kerja dan OCB (organizational citizenship behavior). Karyawan yang puas cenderung berbicara secara positif tentang organisasi, membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu karyawan yang puas mungkin lebih mudah berbuat lebih dalam pekerjaan karena mereka igin merespon pengalaman positif mereka. Bukti terbaru menunjukkan bahwa kepausan mempengaruhi OCB, tetapi melalui persepsi-persepsi keadilan. Terdapat hubungan keseluruhan yang sederhana antara kepuasan kerja dan OCB, tetapi kepuasan tidak berkaitan dengan OCB ketika keadilan diperhitugkan karena kepuasan kerja tergantung pada gambaran mengenai hasil, perlakuan, dan prosedur-prosedur yang adil. Kepuasan anda cenderung menurun dan tidak signifikan ketika anda tidak merasa bahwa pengawas anda, prosedur organisasi atau kebijaksanaan bayaran tidak adil.
- Kepuasan Kerja dan Kepuasan pelanggan. Bukti menunjukkan bahwa karyawan yang puas bisa meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan, karena dalam organisasi, jasa pemeliharaan dan peninggalan pelanggan sangat bergantung pada bagaimana karyawan garis depan berhubungan dengan pelanggan. Karyawan yang merasa puas cenderung lebih ramah, ceria, dan responsif yang dihargai oleh para pelanggan, karena karyawan yang puas tidak mudah berpindah kerja, dan pelanggan akan menemui wajah-wajah yang familiar dan menerima layanan yang berpengalaman. Kualitas ini membangunkepuasan dan kesetian pelanggan. Hubungan tersebut juga dapat diterapkan sebaliknya, pelanggan yang tidak puas bisa meningkatkan ketidakpuasan kerja seorang karyawan. Karyawan yang mempunyai hubungan tetap dengan pelanggan melaporkan bahwa pelanggan yang kasar, tidak mempertimbangkan orang lain, atau menuntut dengan tidak masuk akal akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Contohnya terlihat pada perusahaan yang berorientasi jasa, sepertiFedEx, Southwest Airlaines, Four Seasons Hotels, American Express, dan Office Depot, terobsesi untuk menyenangkan pelanggan mereka. Perusahaan ini berusaha mempekerjakan karyawan yang ceria dan ramah, melatih karyawan demi kepentingan layanan pelanggan, menghargai layanan pelanggan, memberikan suasana kerja yang positif, dan memantau kepuasan karyawan secara tetap melalui survei-survei sikap.
- Kepuasan Kerja dan Ketidakhadiran. Karyawan yang tidak puas cenderung melalaikan pekerjaan dan factor-faktor lain memiliki pengaruh pada hubungan tersebut dan mengurangi koefisien korelasi. Contoh : Organisasi yang memberikan tunjangan cuti sakit secara bebas berupaya membesarkan hati semua karyawan mereka, termasuk mereka yang merasa sangat puas untuk mengambil cuti. Anggap saja bahwa seorang karyawan mempunyai sejumlah minat yang beragam, karyawan itu merasa kerja tersebut memuaskan namun masih meninggalkan kerja untuk menikmati tamasya akhir pekan selama tiga hari tanpa sanksi. Sebuah penelitian di Chicago menunjukkanbahwa pekerja yang mempunyai skor kepuasan tinggi memiliki kehadiran yang jauh lebih tinggi dari pada mereka yang mempunyai tingkat kepuasan yang lebih rendah. Penemuan ini benar-benar apa yang kita harapkan apabila kepuasan berhubungan secara negative dengan ketidakhadiran.
- Kepuasan Kerja dan Perputaran Karyawan. Bukti menunjukkan bahwa sebuah pengait penting dari hubungan kepuasan perputaran karyawan adalah tingkat kinerja karyawan, khususnya tingkat kepuasan tidak begitu penting dalam memprediksi perputaran karyawan untuk pekerja-pekerja ulung. Organisasi biasanya melakukan banyak upaya untuk mempertahankan orang-orang ini, mereka mendapatkan kenaikkan bayaran, pujian, pengakuan, peluang promosi yang meningkat dan lain-lain. Hal sebaliknya terjadi pada pekerja yang tidak baik, organisasi hanya mengerahkan sedikit usaha untuk memelihara mereka, bahkan mungkin ada tekanan-tekanan halus untuk mendorong mereka keluar. Oleh karena itu kita akan berharap bahwa kepuasan kerja lebih penting dalam memengaruhi pekerja yang tidak baik untuk tinggal bila dibandingkan dengan pekerja-pekerja ulung. Tanpa memerhatikan tingkat kepuasan, yang terakhir memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk tinggal dengan organisasi karena pengakuan, pujian dan penghargaan-penghargaan lain memberi mereka lebih banyak alasan untuk tinggal.
- Kepuasan Kerja dan Perilaku Menyimpang di Tempat Kerja. Para peneliti berpendapat bahwa perilaku adalah indicator sebuah sindrom yang lebih luas, yang disebut perilaku menyimpang di tempat kerja (penarikan diri karyawan). Kuncinya adalah apabila karyawan tidak menyukai lingkungan kerja mereka, entah bagaimana mereka akan merespons, dan tidak selalu mudah untuk meramalkan dengan pasti bagaimana mereka akan merespons. Seorang pekerja mungkin akan keluar, tetapi untuk pekerja yang lain mungkin merespons dengan menggunakan jam kerja untuk menjelajahi internet, membawa pulang persediaan ditempat kerja untuk penggunaan pribadi, dan sebagainya. Apabila para pemberi kerja ingin mengendalikan konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidakpuasan kerja, mereka lebih baik menyelesaikan sumber masalahnya, dan ketidakpuasannya daripada berusaha mengendalikan respons-respons yang berbeda.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Seorang manajer harus tertarik pada sikap para karyawan, karena sikap tersebut memberikan peringatanakan masalah-masalah potensial dan pengaruh terhadap perilaku, mereka juga akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Mengingat manajer ingin menekan angka pengunduran diri dan ketidakhadiran terutama diantara karyawan yang lebih produktif , mereka ingin melakukan hal- hal yang akan menghasilkan sikap kerja positif. Hal terpenting yang bisa dilakukan para manajer untuk meningkatkan kepuasan karyawan adalah berfokus pada bagian-bagian intrinsic pekerjaan, seperti membuat kerja tersebut menjadi menantang dan menarik. Meskipun bayaran yang rendah kemungkinan besar tidak akan menarik karyawan berkualitas tinggi atau mempertahankan pakerja-pekerja baik, para manajer harus sadar bahwa bayaran yang tinggi tidak mungkin menghasilkan lingkungan kerja yang memuaskan. Manajer juga harus sadar bahwa karyawan akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian kognitif, lebih penting ketidaksesuaian bisa diatur. Apabila karyawan diharuskan terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang tampaknya tidak konsisten dengan mereka atau yang berlawanan dengan sikap mereka, tekanan-tekanan untuk mengurangi ketidaksesuaian berkurang ketika karyawan merasa bahwa ketidaksesuaian tersebut dibebankan secara eksternal dan berada di luar kendali mereka atau apabila penghargaan-penghargaan tersebut cukup signifikan untuk mengimbangi katidaksesuaian tersebut.
Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)
Kepuasan kerja merupakan penerimaan positif atas kondisi dan situasi kerja.. Tidak seperti variabel sebelumnya, kepuasan kerja lebih menggambarkan sikap daripada perilaku. Dijadikannya kepuasan sebagai variabell dependen yang utama didasarkan pada berbagai penelitian yang memeperlihatkan hubungan kepuasan kerja dengan banyak faktor lain oleh peneliti PO.
Keyakinan bahwa karyawan yang merasa puas lebih produktif bila dibandingkan dengan karyawan yang tidak puas telah menjadi prinsip dasar di antara para manager selama bertahun-tahun, meski pun akhir-kahir ini terdapat keraguan tentang hubungan antara kepuasan – kinerja.
Penelitian yang mendukung berhasil dikumpulkan dari 2.500 unit bisnis yang menemukan bahwa unit yang mendapat nilai di atas 25 persen dalam survey opini karyawan adalah mencapai rata-rata 4,6% di atas anggaran penjualan mereka untuk tahun tersebut. Sementara mereka yang mendapat nilai dibawah 25 persen adalah 0,8 di bawah anggaran. Artinya, memang terdapat perbedaan yang signifikan dilihat dari kinerja berdasarkan kepuasan kerja.
Namun sebuah model yang dikembangkan oleh Lawyer justru sebaliknya. Dengan mengadopsi teori pengharapan, Lawyer menyusun sebuah model dengan urutan : Motivasi – Usaha / Kemampuan – Kinerja – Hasil kerja – Kepuasan. Atau dapat dinyatakan bahwa :
1. Pertama, kekuatan motivasi seseorang untuk berkinerja baik secara langsung nampak dari usahanya (seberapa keras ia bekerja). Usaha yang dihasilkan ini bisa saja menghasilkan kinerja yang bagus tepai bisa juga tidak, karena sekurang-kurangnya dua faktor harus benar jika usaha (effort) harus dikonversikan menjadi kinerja. Pertama, orang tersebut harus memiliki kemampuan yang dibutuhkan agar mampu bekerja dengan baik. Jika kemampuan dan usaha yang tidak tinggi maka tidak akan menghasilkan kinerja yang baik. Faktor kedua adalah persepsi orang tersebut tentang bagaimana usahanya dikonversikan dengan sebaik-baiknya menjadi kinerja. Di asumsikan bahwa persepsi ini dipelajari oleh individu dari pengalaman sebelumnya pada situasi yang sama. Persepsi “bagaimana melakukannya” ini jelas bisa lebar sekali variannya, dan kalau muncul persepsi salah maka kinerja bisa saja rendah meskipun usaha dan motivasi tinggi.
2. Kedua, ketika terjadi kinerja, individu memperoleh sejumlah hadil dari kerja. Hasil kerja ekstrinsik yang bisa saja tidak diterima oleh individu
3. Ketiga, sebagai akibat dari diperolehnya hasil kerja dan persepsi yenyang nilai rata-rata hasil kerja, individu memiliki respon efektif positif atau negatif (kepuasan atau ketidakpuasan)
4. Keempat, model ini menunjukkan peristiwa yang terjadi mempengaruhi perilaku organisasi dengan mengubah persepsi E – P,P – O, dan V. Proses ini digambarkan dalam garis putar umpan balik dan kemudian kembali ke motivasi.
5. TEORI KEPUASAAN KERJA DAN SIKAP KERJA
6. ANALISIS TEORI KEPUASAAN KERJA
PENDAHULUAN
Kepuasan kerja dalam teori motivasi Maslow menempati peringkat yang tinggi. Sebab ia berkaitan dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi dirinya dalam pekerjaan. Namun motivasi ini kadang terbendung oleh berbagai ragam kerutinan, hambatan lingkungan kerja yang kurang seimbang, atau situasi dan perangkat kerja yang secara ergonomis tidak mendukung peningkatan produktivitas kerja. Stres yang dialami karyawan dan kepuasan kerja yang didambakan seolah merupakan dua kondisi yang bukan saja berkaitan, tetapi sekaligus antagonistis.
Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Di sisi lain, bagaimana mungkin roda perusahaan berjalan baik, kalau karyawannya bekerja tidak produktif, artinya karyawan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan memiliki moril yang rendah.
Adalah menjadi tugas manajemen agar karyawan memiliki semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Berdasarkan pengalaman dan dari beberapa buku yang pernah saya baca, biasanya karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Untuk itu merupakan keharusan bagi perusahaan untuk mengenali faktor-faktor apa saja yang membuat karyawan puas bekerja di perusahaan. Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan, produktivitas pun akan meningkat.
Banyak perusahaan berkeyakinan bahwa pendapatan, gaji atau salary merupakan faktor utama yang mempengaruhi kepuasan karyawan. Sehingga ketika perusahaan merasa sudah memberikan gaji yang cukup, ia merasa bahwa karyawannya sudah puas. Sebenarnya kepuasan kerja karyawan tidak mutlak dipengaruhi oleh gaji semata. Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan.
Untuk lebih meyakini bahwa kesempatan berkembang merupakan faktor utama bagi kepuasan kerja karyawan, kita dapat membandingkan tingkat kepuasan karyawan baru dan karyawan lama di perusahaan. Karyawan baru cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi dibandingkan karyawan yang masa kerjanya lebih lama. Hal ini dikarenakan, biasanya karyawan baru mendapatkan perhatian lebih dari Manajemen, terutama dari atasannya langsung. Perhatian lebih ini dikarenakan sebagai karyawan baru, tentu pihak manajemen akan menjelaskan tanggung jawab dan tugas mereka. Sehingga terjalin komunikasi antara atasan dan bawahan. Hal ini membuat mereka merasa diperhatikan dan bersemangat untuk bekerja. Bahkan tidak sedikit karyawan baru yang mendapatkan beberapa training untuk menunjang tugasnya di awal masa kerja.
Sementara itu, karyawan lama yang sudah bekerja dalam kurun waktu tertentu, akan merasakan kejenuhan. Mereka menginginkan adanya perubahan dan tantangan baru dalam pekerjaannya. Tantangan ini mencakup baik dari sisi besarnya tanggung jawab atau mungkin jenis pekerjaan. Ketika perusahaan tidak memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkembang, hal ini akan membuat mereka demotivasi, malas bekerja dan produktivitasnya turun. Apabila perasaan ini dirasakan oleh sebagian besar karyawan lama, bisa dibayangkan betapa rendahnya tingkat produktivitas perusahaan secara keseluruhan dan bila dibiarkan perusahaan akan merugi.
II. PERMASALAHAN
Salah satu perusahaan rokok terkenal PT. XYZ di Jawa Timur yang sudah beroperasi lebih 80 tahun lamanya telah menciptakan suatu budaya perusahaan yang menjadi visi dan misi perusahaan untuk ke arah produktivitas yang baik.
Namun terjadi demonstrasi di Divisi Transportasi PT. XYZ disebabkan oleh adanya kebijakan manajemen untuk menggunakan jasa transportasi luar perusahaan untuk pengiriman barang-barang ke berbagai daerah. Keputusan manajemen menggunakan jasa angkut pihak luar ini, karena pengiriman barang ke berbagai sering mengalami keterlambatan. Dengan dipakainya jasa transportasi pihak luar ini, maka para sopir dan kernet merasa insentif yang diterimanya akan berkurang. Begitu juga premi perjalanan luar kota, uang lembur maupun kompensasi lainnya akan hilang. Inilah yang memicu para sopir dan kernet berunjuk rasa melakukan demonstrasi terhadap pimpinan perusahaan.
III. TUJUAN
Penulis ingin menganalisa mengapa terjadi kasus demonstrasi para sopir dan kernet PT. XYZ di Jawa Timur terhadap pimpinan perusahaan.
IV. TEORI
Suatu organisasi/Perusahaan terdiri dari input, proses dan outcomes. Input adalah komponen-komponen yang ada di luar lingkungan organisasi antara lain sumber daya manusia dan peraturan pemerintah. Proses meliputi komponen-komponen antara lain motivasi, persepsi, komunikasi, kepemimpinan dan konflik. Sedangkan komponen outcomes antara lain meliputi kinerja individu dan kelompok, serta efektivitas organisasi.
Memahami lebih dalam mengenai salah satu komponen dari organisasi ini , maka kit aperlu memahami bahwa setiap individu sebagai sumber daya ,manusia dalam suatu organisasi/perusahaan memiliki Nilai-nilai kerja (work value), yaitu suatu keyakinan pribadi seorang pekerja tentang hasil apa yang diperkirakan dari pekerjaaannya dan bagaimana seharusnya dia berprilaku dalam bekerja.
Nilai-nilai kerja dibadi 2 yaitu nilai kerja intrinsik (intrinsic work values) dan nilai kerja ekstrinsik (extrinsic work value). George & Jones memberikan perbandingan antara kedua nilai kerja sebagai berikut dalam tabel:
Nilai kerja intrinsik Nilai kerja ekstrinsik
- Kerja yang menarik - Gaji tinggi
- Kerja yang menantang - Keamanan kerja
- Belajar sesuatu yang baru - Keuntungan kerja
- Membuat konstribusi penting - Status pada komunitas yang lebih luas
- Berpotensi tinggi - Kontak sosial
- Tanggung jawab dan otonomi - Waktu dengan keluarga
- Menjadi kreatif - Waktu untuk hobi
dan karena mereka mempunyai nilai nilai kerja, mereka juga memiliki sikap kerja. Sikap menurut Robbins (2001) adalah suatu pernyataan atau pertimbangan evaluatif mengenai obyek, orang, atau peristiwa. Sikap tidak sama dengan nilai, namun keduanya dihubungkan.
Robbins mengetengahkan bahwa riset perilaku organisasi atau perusahaan telah memfokuskan pada tiga jenis sikap yaitu:
1. Kepuasan kerja (job satisfaction)
Merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.
2. Keterlibatan kerja (job involvement)
Merupakan ukuran derajat sejauh mana seseorang memihak secara
psikologis terhadap pekerjaannya dan menganggap kinerjanya sebagai
ukuran harga diri.
3. Komitmen organisasional (organizational commitment)
Adalah derajat sejauh mana seorang karyawan memihak suatu organisasi \
tertentu dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut
dari ketiga jenis sikap yang menjadi komponen penentuan sikap pegawai, maka terbentuklah suatu sikap puas/tidaknya seseorang terhadap pekerjaannya.
Menurut Robbins (2001) kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Definisi ini mengandung pengertian yang luas. Dengan kata lain kepuasan kerja merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang terbedakan dan terpisahkan satu sama lain (discrete job elements). Jika mengacu pada George & Jones (2002), kepuasan kerja merupakan kumpulan feelings dan beliefes yang dimiliki orang tentang pekerjaannya. Pengungkapan ketidak puasan pegawai bisa disampaikan dalam 4 cara:
1. Respon Voice (aktif & konstruktif, memberikan saran)
2. Respon Loyalty (pasive: tidak melakukan apapun/constructive:harapan kondisi membaik)
3. Repon neglect (Pasive : tidak mau tau/Destructive:membiarkan kondisi memburuk)
4. Respon Exit (Destructive:karyawan keluar/Active: mencari pekerjaan baru)
V. ANALISIS MASALAH
Dari kerangka pikir diatas, maka menurut saya terjadinya demontrasi disebabkan oleh karena secara nilai ektrinsik dan intrisik para supir merasa tidak memperoleh kepuasan kerja:
Nilai kerja Intrinsik bagi PT”XYZ”
Kerja tidak menarik, Mungkin karena sehari hari hanya menyetir mobil, Kerja kurang menantang,karena sudah terbiasa dengan pekerjaan yang ada jadi tidak adanya tantangan, Tidak belajar suatu yang baru,Tidak membuat kontribusi penting.Karena system sudah berjalan,jadi tinggal menjalankan saja,tanpa harus membuat konsep baru,Tidak menganggap potensi tinggi, karena hanya bisa menyetir, Kurang tanggung jawab dan otonomi,karena gaji dan fasilitas kecil,Kurang kreatif,karena melakukan hal-hal yang monoton setiap hari.
Nilai kerja Ektrinsik bagi PT ‘XYZ”
Gaji tidak tinggi jadi mereka berkerja hanya karena merasa sudah digaji dan enggan bernuat lebih dari pekerjaan mereka, Keamanan Kerja,tidak ada keamanan kerja karena dipakai transportasi luar dari perusahaan, keuntungan kerja,tidak akan adanya keuntungan kerja lagi,karena tidak ada premi perjalanan, uang lembur dan kompensasi yang lain hilang karena adanya transportasi dari luar, status pada komunitas yang lebih luas,Kontak sosial, waktu dengan keluarga, waktu untuk hobi, mungkin memang tidak bisa punya banyak waktu untuk hal tersebut.
Dengan Nilai nilai tersebut diatas maka timbul sikap yang diakibatkan oleh :
1. Job Satisfaction berkurang ,ditandai dengan demonstrasi dengan tuntutan perbaikan fasilitas dan kompensasi yang meningkat
tiap tahun
2. Job Involvement berkurang, karena merasa dianggap tidak mampu sehingga menyentuh ego harga diri mereka
3. Organizational Commitment adalah personal need, mereka lebih mementingkan uang yang bisa masuk ke kantung mereka ketimbang profesionalisme perusahaan secara keseluruhan.
Dan terbentuknya sikap itu membuat mereka memilih untuk mengungkapakan ketidak puasan mereka secara Respon Voice (aktif dan konstruktiv), mereka mengeluarkan suaa dengan cara demontrasi. Intinya mereka tetap mau supaya transportasi tidak diserahkan pada pihak luar tapi tetap dijalankan oleh mereka.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari kasus demonstrasi di perusahaan PT. XYZ Jawa Timur dapat disimpulkan bahwa manajemen perusahaan PT. XYZ di Jawa Timur belum memahami dan mengerti konsep-konsep nilai, sikap dan kepuasan kerja dalam implementasi Perilaku Organisasi atau Perusahaan
Seharusnya sebelum mengambil suatu kebijakan dan keputusan perusahaan terutama untuk merubah kebijakan perusahaan yang sudah lama dan rutin dilakukan, manajemen perusahaan harus memahami dan mempelajari terlebih dahulu konsep-konsep nilai, sikap dan kepuasan kerja.
Komunikasi yang efektive seharusnya diambil oleh perusahaan agar bias didapatkan kesepakatan yang menggembirakan. Beberapa petunjuk bagi pimpinan dalam berkomunikasi dengan anggota :
• Pimpinan harus committed terhadap pentingnya komunikasi
• Tindakan harus sesuai dengan perkataan
• Kommit terhadap komunikasi dua arah
• Penekanan pada komunikasi tatap muka
• Pastikan para karyawan mendapatkan informasi yang benar dan cukup
• Dealing with bad news
• Kebutuhan informasi tidak sama bagi setiap karyawan/kelompok
• Treat komunikasi sebagai suatu proses yang terus berjalan
Karena dalam organisasi, komunikasi memiliki empat fungsi, antaralain :
• Menyediakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan anggota organisasi untuk membuat keputusan.
• Sebagai alat untuk memotivasi anggota. Komunikasi dibutuhkan untuk menjelaskan tujuan organisasi, memberikan umpan balik
terhadap pencapaian tujuan dan penguatan terhadap perilaku anggota.
• Sebagai alat untuk mengendalikan perilaku.
• Sebagai media untuk mengungkapkan emosi an
Robbins mengetengahkan bahwa riset perilaku organisasi atau perusahaan telah memfokuskan pada tiga jenis sikap yaitu:
1. Kepuasan kerja (job satisfaction)
Merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.
2. Keterlibatan kerja (job involvement)
Merupakan ukuran derajat sejauh mana seseorang memihak secara
psikologis terhadap pekerjaannya dan menganggap kinerjanya sebagai
ukuran harga diri.
3. Komitmen organisasional (organizational commitment)
Adalah derajat sejauh mana seorang karyawan memihak suatu organisasi \
tertentu dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut
dari ketiga jenis sikap yang menjadi komponen penentuan sikap pegawai, maka terbentuklah suatu sikap puas/tidaknya seseorang terhadap pekerjaannya.
Menurut Robbins (2001) kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Definisi ini mengandung pengertian yang luas. Dengan kata lain kepuasan kerja merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang terbedakan dan terpisahkan satu sama lain (discrete job elements). Jika mengacu pada George & Jones (2002), kepuasan kerja merupakan kumpulan feelings dan beliefes yang dimiliki orang tentang pekerjaannya. Pengungkapan ketidak puasan pegawai bisa disampaikan dalam 4 cara:
1. Respon Voice (aktif & konstruktif, memberikan saran)
2. Respon Loyalty (pasive: tidak melakukan apapun/constructive:harapan kondisi membaik)
3. Repon neglect (Pasive : tidak mau tau/Destructive:membiarkan kondisi memburuk)
4. Respon Exit (Destructive:karyawan keluar/Active: mencari pekerjaan baru)
Analisis masalah
Dari kerangka pikir diatas, maka menurut saya terjadinya demontrasi disebabkan oleh karena secara nilai ektrinsik dan intrisik para supir merasa tidak memperoleh kepuasan kerja:
Nilai kerja Intrinsik bagi PT”XYZ”
Kerja tidak menarik, Mungkin karena sehari hari hanya menyetir mobil, Kerja kurang menantang,karena sudah terbiasa dengan pekerjaan yang ada jadi tidak adanya tantangan, Tidak belajar suatu yang baru,Tidak membuat kontribusi penting.Karena system sudah berjalan,jadi tinggal menjalankan saja,tanpa harus membuat konsep baru,Tidak menganggap potensi tinggi, karena hanya bisa menyetir, Kurang tanggung jawab dan otonomi,karena gaji dan fasilitas kecil,Kurang kreatif,karena melakukan hal-hal yang monoton setiap hari.
Nilai kerja Ektrinsik bagi PT ‘XYZ”
Gaji tidak tinggi jadi mereka berkerja hanya karena merasa sudah digaji dan enggan bernuat lebih dari pekerjaan mereka, Keamanan Kerja,tidak ada keamanan kerja karena dipakai transportasi luar dari perusahaan, keuntungan kerja,tidak akan adanya keuntungan kerja lagi,karena tidak ada premi perjalanan, uang lembur dan kompensasi yang lain hilang karena adanya transportasi dari luar, status pada komunitas yang lebih luas,Kontak sosial, waktu dengan keluarga, waktu untuk hobi, mungkin memang tidak bisa punya banyak waktu untuk hal tersebut.
Dengan Nilai nilai tersebut diatas maka timbul sikap yang diakibatkan oleh :
1. Job Satisfaction berkurang ,ditandai dengan demonstrasi dengan tuntutan perbaikan fasilitas dan kompensasi yang meningkat
tiap tahun
2. Job Involvement berkurang, karena merasa dianggap tidak mampu sehingga menyentuh ego harga diri mereka
3. Organizational Commitment adalah personal need, mereka lebih mementingkan uang yang bisa masuk ke kantung mereka ketimbang profesionalisme perusahaan secara keseluruhan.
Dan terbentuknya sikap itu membuat mereka memilih untuk mengungkapakan ketidak puasan mereka secara Respon Voice (aktif dan konstruktiv), mereka mengeluarkan suaa dengan cara demontrasi. Intinya mereka tetap mau supaya transportasi tidak diserahkan pada pihak luar tapi tetap dijalankan oleh mereka.
Kesimpulan & Saran
Dari kasus demonstrasi di perusahaan PT. XYZ Jawa Timur dapat disimpulkan bahwa manajemen perusahaan PT. XYZ di Jawa Timur belum memahami dan mengerti konsep-konsep nilai, sikap dan kepuasan kerja dalam implementasi Perilaku Organisasi atau Perusahaan
Seharusnya sebelum mengambil suatu kebijakan dan keputusan perusahaan terutama untuk merubah kebijakan perusahaan yang sudah lama dan rutin dilakukan, manajemen perusahaan harus memahami dan mempelajari terlebih dahulu konsep-konsep nilai, sikap dan kepuasan kerja.
Komunikasi yang efektive seharusnya diambil oleh perusahaan agar bias didapatkan kesepakatan yang menggembirakan. Beberapa petunjuk bagi pimpinan dalam berkomunikasi dengan anggota :
• Pimpinan harus committed terhadap pentingnya komunikasi
• Tindakan harus sesuai dengan perkataan
• Kommit terhadap komunikasi dua arah
• Penekanan pada komunikasi tatap muka
• Pastikan para karyawan mendapatkan informasi yang benar dan cukup
• Dealing with bad news
• Kebutuhan informasi tidak sama bagi setiap karyawan/kelompok
• Treat komunikasi sebagai suatu proses yang terus berjalan
Karena dalam organisasi, komunikasi memiliki empat fungsi, antaralain :
• Menyediakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan anggota organisasi untuk membuat keputusan.
• Sebagai alat untuk memotivasi anggota. Komunikasi dibutuhkan untuk menjelaskan tujuan organisasi, memberikan umpan balik
terhadap pencapaian tujuan dan penguatan terhadap perilaku anggota.
• Sebagai alat untuk mengendalikan perilaku.
• Sebagai media untuk mengungkapkan emosinya
Makalah Konsep-konsep Motivasi
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap orang mempunyai peristiwa atau masalah yang terjadi pada dirinya atau pengalaman yang membuat dia akhirnya termotivasi. Hal ini akan berbeda pada setiap individu walau melihat hal yang sama.
Hedonisme juga merupakan salah satu motivatornya, ketakutan, kekhawatiran dengan kelangsungan hidupnya hingga menghindari pembunuhan. Bila berpikir untuk menang dia tak ragu tuk menyerang, ia akan melakukan apapun yang terbaik untuk dirinya.
Motivasi merupakan salah satu topik yang sering ditelt dalam PO. Salah satu keterpopulerannya baru-baru ini diuangkap dalam Gallup Poll yang menemukan bahwa mayoritas karyawan 55 persen tepatnya tidak berantusias pada pekerjaan mereka.
Jadi hal ini memberikan kita banyak pengetahuan mengenai cara meningkatkan motivasi .
Dalam bab ini kita akan meninjau dasar-dasar motivasi, menilai beberapa teori motivasi, dan memberikan sebuah model integratif yang menunjukkan cara terbaik memadukan teori-teori ini
BAB II
ISI
Motivasi adalah satu proses yang meghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai tujuan. Intensitas adalah seberapa kerasnya seseorang berusaha, namun intensitas yang tinggi saja tidak akan membawa ke hasil yang diinginkan kecuali disertai dengan upaya/arah. Sedangkan ketekunan adalah ukuran seberapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
Sejumlah teori-teori awal mengenai motivasi telah muncul sejak 1950-an. Ada tiga teori spesifik pada masa itu yang, meskipun sekarang dipertanyakan kevaliditasnya, agaknya masih penjelasan yang dikenal paling baik untuk motivasi karyawan. Meskipun banyak teori baru yang lebih sahih, namun tiga teori lama ini akan dibahas karena mereka mewakili suatu pondasi darimana teori kontemporer berkembang dan para manager mempraktekkan penggunaan dan peristilahan teori-teori tersebut secara teratur dalam menjelaskan motivasi karyawan.
• Teori Hirarki Kebutuhan : Abraham Maslow menghipotesiskan adanya lima jenjang kebutuhan dalam diri semua manusia, yaitu dimulai dari kebutuhan psikologis, keamanan, social, penghargaan, dan yang paling tinggi, aktualisasi diri. Teori ini mengatakan bahwa setelah tiap teori dibawahnya terpuaskan, maka masing-masing teori diatasnya akan menjadi kebutuhan dominan. Sementara motivasi untuk kebutuhan yang telah cukup terpuaskan tidak ada lagi.
• Teori X dan Teori Y : dikemukakan oleh Douglas McGregor, dimana Teori X mengandaikan bahwa karyawan tidak menyukai kerja, malas, tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi. Sementara Teori Y mengandaikan bahwa karyawan menyukai kerja, kreatif, berusaha bertanggung jawab, dan dapat menjalankan pengarahan diri.
• Teori Dua Faktor : dikemukakan oleh Frederick Herzberg, dimana ada faktor-faktor intrinsik yang berhubungan dengan kepuasan kerja (prestasi, pengakuan kerja, tanggung jawab, kemajuan, pertumbuhan) dan faktor-faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan ketidakpuasan kerja (kebijakan dan pimpinan perusahaan, penyeliaan, hubungan antarpribadi, dan kondisi kerja). Disebutkan bahwa ada faktor hygiene seperti kebijakan dan administrasi perusahaan, penyeliaan, dan gaji yang, bila memadai dalam pekerjaan, menentramkan pekerja. Bila tidak memadai, maka orang-orang akan tidak terpuaskan.
Sementara itu, ada beberapa teori kontemporer tentang motivasi yang masing-masing memiliki derajat dokumentasi pendukung sahih yang wajar. Teori-teori ini mewakili keadaan terakhir dewasa ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.
A. Teori Erg : oleh Clayton Alderfer dari Universitas Yale yang mengerjakan ulang teori kebutuhan Maslow. Ia berpendapat bahwa ada tiga kelompok :
1. Eksistensi : mencakup butir-butir yang oleh Maslow dianggap sebagai kebutuhan faali dan keamanan.
2. Keterhubungan, adalah hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Termasuk disini hasrat sosial dan status.
3. Pertumbuhan, yaitu suatu hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen intrinsik dari aktualisasi diri pada teori kebutuhan Maslow.
Disamping menggantikan lima kebutuhan dengan tiga, teori ERG ini juga memperlihatkan bahwa (1) lebih dari satu kebutuhan dapat beroperasi terus, dan (2) jika kepuasan dari suatu kebutuhan tingkat-lebih-tinggi tertahan, maka hasrat untuk memenuhi kebutuhan ditingkat yang lebih rendah meningkat. Disini ketiga kategori dapat beroperasi sekaligus dengan tingkat yang berbeda-beda. Teori ini konsisten dengan perbedaan individual diantara orang-orang. Variabel seperti pendidikan, latar belakang keluarga, dan lingkungan budaya dapat mengubah tingkat kepentingan kebutuhan bagi tiap individu.
B. Teori kebutuhan McClelland : dikemukakan oleh david McClelland dan kawan-kawannya, , teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu :
1. Kebutuhan akan prestasi : dorongan untuk lebih unggul, berprestasi, dan berusaha keras untuk sukses. Peraih prestasi tinggi memiliki hasrat untuk menyelesaikan hal-hal dengan lebih baik. Mereka tidak menyukai kemenangan oleh kebetulan, melainkan tantangan menyelesaikan suatu masalah dan menerima tanggung jawab pribadi untuk sukses ataupun kegagalan.
2. Kebutuhan akan kekuasaan : kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara yang mana tidak akan mereka lakukan jika tidak terpaksa. Individu dengan nPow (need for power) ini menikmati untuk dibebani, bergulat untuk dapat mempengaruhi orang lain, suka ditempatkan dalam situasi kompetitif, berorientasi status, dan cenderung lebih peduli akan prestise dan memperoleh pengaruh terhadap orang lain daripada kinerja yang efektif.
3. Kebutuhan akan afiliasi : hasrat untuk hubungan antarpribadi yang ramah dan akrab, untuk disukai dan diterima baik oleh orang lain. Individu dengan motif afiliasi yang tinggi berjuang keras untuk persahabatan, menyukai situasi yang kooperatif, dan ssangat menginginkan hubungan yang melibatkan derajat pemahaman timbale balik yang tinggi.
Untuk mengetahui kebutuhan mana yang dominan pada diri individu, beberapa metode seperti kuisioner, tes proyektif dengan gambar dapat efektif. Perlu diperhatikan bahwa kebutuhan untuk berprestasi tinggi tidak selalu berarti dapat menjadi manager yang baik, terutama dalam organisasi-organisasi besar. Sementara kebutuhan akan afiliasi erat dikaitkan dengan sukses manajerial. Manager terbaik tinggi dalam kenutuhan kekuasaan dan rendah dalam kebutuhan afiliasinya.
C. Teori evaluasi kognitif : dikemukakan bahwa diperkenalkannya ganjaran-ganjaran ekstrinsik, seperti upah, untuk upaya kerja yang sebelumnya secara intrinsik telah memberi ganjaran karena adanya kesenangan yang dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, akan cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Dengan kata lain, bila ganjaran ekstrinsik diberikan kepada seseorang untuk menjalankan suatu tugas yang menarik, pengganjaran itu menyebabkan minat intrinsik terhadap tugas itu sendiri merosot. Namun teori ini telah dipertanyakan diantara para spesialis kompensasi selama bertahun-tahun bahwa jika upah atau ganjatan ekstrinsik lain harus merupakan motivator yang efektif, ganjaran itu seharusnya dibuat bergantung pada kinerja seorang individu. Selain itu, teori ini juga diserang dalam hal metodologi yang digunakan didalamnya dan dalam penafsiran dari penemuan-penemuan itu. Teori ini mungkin relevan dengan perangkat pekerjaan organisasi yang berada diantaranya, yaitu pekerjaan yang tidak luar biasa membosankan dan tidak luar biasa menarik.
D. Teori penetapan tujuan : bahwa tujuan yang khusus akan sulit menghantar ke kinerja yang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan benar, adanya tujuan sulit yang spesifik akan menghasilkan kinerja lebih tinggi bila diterima dengan baik. Kespesifikan tujuan itu sendiri akan bertindak sebagai ransangan internal. Tetapi, adalah logis juga untuk mengandaikan bahwa tujuan yang mudah akan lebih besar kemungkinan untuk diterima. Tetapi sekali seorang karyawan menerima tugas yang sulit, ia akan mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi sampai tugas itu dicapai, diturunkan, atau ditinggalkan. Ada beberapa factor yang mempengaruhi hubungan tujuan-kinerja, yaitu umpan balik, komitmen tujuan, kefektifan diri yang memadai, dan budaya nasional.
E. Teori penguatan : adalah lawan bagi teori penetapan tujuan, yang menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Teori ini mengabaikan keadaan internal dari individu dan memusatkan semata-mata hanya pada apa yang terjadi pada seseorang bila ia mengambil suatu tindakan. Karena teori ini tidak memperdulikan apa yang mengawali perilaku, teori ini bukanlah teori motivasi. Tetapi ia memberikan analisis yang ampuh terhadap apa yang mengendalikan perilaku. Kita tidak dapat mengabaikan fakta bahwa penguatan memiliki pengikut yang luas sebagai piranti motivasional. Bagaimanapun, dalam bentuknya yang murni, teori ini mengabaikan perasaan, sikap, pengharapan, dan variable kognitif lainnya yang dikenal berdampak terhadap perilaku. Tidak diragukan bahwa penguatan mempunyai pengaruh yang penting atas perilaku.
F. Teori keadilan : bahwa individu membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan/keluaran orang lain dan kemudian berespons untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Peran yang dimainkan keadilan dalam motivasi akan memicu individu untuk mengoreksinya. Untuk itu, ada empat pembandingan acuan yang dapat digunakan karyawan/individu tersebut :
1. Didalam diri sendiri : pengalaman seorang karyawan dalam posisi yang berbeda didalam organisasinya dewasa ini.
2. Diluar diri sendiri : pengalaman seorang karyawan dalam posisi/situasi diluar organisasinya saat ini.
3. Didalam diri orang lain : individu atau kelompok individu lain didalam organisasi karyawan itu.
4. Diluar diri orang lain : individu atau kelompok individu diluar organisasi karyawan itu.
Acuan mana yang dipilih seorang karyawan akan dipengaruhi oleh informasi yang dipegang karyawan itu mengenai acuan-acuan maupun oleh daya tarik acuan itu, sehingga ada pemusatan pada empat variable pelunak : jenis kelamin, masa kerja, level dalam organisasi, dan tingkat pendidikan/profesionalisme.
Berdasarkan teori ini, bila karyawan mepersepsikan suatu ketidakadilan mereka dapat meramalkan untuk mengambil salah satu dari enam pilihan berikut :
1. Mengubah masukan mereka (misalkan tidak mengeluarkan banyak upaya).
2. Mengubah keluaran mereka.
3. Mendistorsikan persepsi mengenai diri.
4. Mendistorsikan persepsi mengenai orang lain.
5. Memilih acuan yang berlainan.
6. Meninggalkan medan.
Secara khusus, teori keadilan menegakkan empat dalil yang berkaitan dengan upah yang tidak adil :
- Pembayaran menurut waktu, karyawan yang diganjjar terlalu tinggi menghasilkan lebih tinggi daripada karyawan yang dibayar dengan adil.
- Dengan adanya pembayaran menurut kuantitas produksi, karyawan yang diganjar lebih tinggi menghasilkan lebih sedikit satuan, tetapi dengan kualitas yang lebih tinggi daripada karyawan yang dibayar dengan adil.
- Dengan adanya penggajian menurut waktu, karyawan yang kurang diganjar menghasilkan keluaran dengan kualitas yang kurang atau lebih buruk.
- Dengan adanya penggajian menurut kuantitas produksi, karyawan yang kurang diberi ganjaran menghasilkan sejumlah besar satuan dengan adil.
Sebagai kesimpulan, teori keadilan memperlihatkan bahwa, untuk kebanyakan karyawan, motivasi sangat dipengaruhi oleh ganjaran relatif maupun ganjaran mutlak.
G. Teori harapan : dikembangkan oleh Victor Vroom, yang meskipun banyak dikritik, banyak bukti riset yang mendukungnya. Teori ini berargumen bahwa seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik; penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi; dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi individu.
Oleh karenanya, teori ini memfokuskan pada tiga hubungan :
- Hubungan upaya-kinerja : probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja.
- Hubungan kinerja-ganjaran : derajat sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan.
Hubungan ganjaran-tujuan pribadi : derajat sejauh mana ganjaran organisasional memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi individu dan potensi daya tarik ganjaran tersebut bagi individu.
Teori harapan ini sangat membantu menjelaskan mengapa banyak sekali pekerja tidak termotivasi pada pekerjaan mereka dan semata-mata melakukan yang minimum untuk menyelamatkan diri. Namun, teori ini cenderung bersifat idealistis karena sedikit individu yang mempersepsikan suatu korelasi yang tinggi antara kinerja dan ganjaran dalam pekerjaan mereka. Jika organisasi benar-benasr mengganjar individu untuk kinerja, bukannya menurut kriteria seperti senioritas, upaya, tingkat ketrampilan, dan sulitnya pekerjaan, maka validitas teori ini mungkin lebih besar.
G. KONSEP MOTIVASI DALAM PERILAKU ORGANISASI
Konsep motivasi banyak dibicarakan orang dalam berbagai aspek kehidupan yang meskipun mempunyai pengertian dasar yang sama memiliki definisi yang variatif,tergantung pada aspek kehidupan apa motivasi ini akan diaplikasikan.
Motivasi dalam perilaku organisasi dikenal sebagai kemauan untuk berjuang/ berusaha ke tingkst yang lebih tiggi untuk mencapai tujuan organisasi, dan untuk memeproleh kepuasan dalam pemenuhan-pemenuhan kebutuhan pribadinya (Robbins, 993).
• Teori Klasik tentang Motivasi :
Teori hirarki kebutuhan (Abraham Maslow’s) : bahwa dalam diri setiap orang ada hierarki lima kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, social, penghargaan, dan aktualisasi diri. Jika setiap kebutuhan sebelumnya telah terpuaskan secara substansial, maka kebutuhan berikutnya akan menjadi tuntutan yang dominan – bergerak secara hirarkis.
• Teori X dan Y (Douglas Mc Gregor Theory) : membedakan? sifat dasar manusia menjadi dua : yang dasarnya negative disebut teori x, yang dasarnya positif disebut teori y.
• Teori Motivasi Higienis (Frederick Herzberg) : Hubungan seseorang dengan pekerjaannya itu merupakan sesuatu yang mendasar, dan sikap orang tersebut terhadap pekerjaannya dapat menentukan kesuksesan atau kegagalannya. Menurut teori ini jawaban karyawan di kala baik sangat berbeda secara signifikan dengan di kala mereka merasa buruk tentang pekerjaannya. Pernyataan Herzberg yaitu “Lawan dari kepuasan adalah tidak ada kepuasan”, dan “Lawan dari ketidak puasan adalah tidak ada ketidakpuasan”
• Teori motivasi kontemporer:
1. Teori ERG
Teori ERG merupakan modifikasi teori Maslow (Clayton Alderfer – Yale University) Sebetulnya ada 3 kelompok kebutuhan dasar yaitu kebutuhan terhadap keberadaan, saling berhubungan dan pertumbuhan (“Existence, Relatedness and Growth”). Teori ERG tidak menerima adanya hieraki yang kaku dimana urutan lebih rendah harus terpuaskan secara substansial lebih dulu sebelum seseorang dapat meningkatkan kepada kebutuhan berikutnya. Ateori aerg berisikan dimensi frustasi-regresi
2. Teori kebutuhan Mc.Clelland : teori ini memfokuskan pada 3 jenis kebutuhan yaitu keberhasilan, kekuatan / kewenangan, dan afiliasi :
Kebutuhan untuk? keberhasilan: Dorongan untuk menjadi yang terbaik, untuk mencapai keberhasilan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, dan untuk berjuang demi kesuksesan. Orang-oarang dengan kebutuhan keberhasilan tinggi akan berprestasi terbaik kalau mereka menganggap bahwa kemungkinan keberhasilan tugasnya sebesar 50%.
Kebutuhan untuk? kekuatan: Kebutuhan untuk membuat orang-orang lain berperilaku dengan cara-cara yang kita kehendaki, tidak ada/sedikit kemungkinan mereka dapat berperilaku lain atau dapat disebutkan keinginan untuk memiliki dampak, pengaruh, dan control terhadap orang-orang lain.Kebutuhan untuk afiliasi : Keinginan untuk memiliki hubungan-hubungan persahabatan atau hubungan antar manusia secara dekat, atau bisa juga disebut keinginan untuk dapat disukai dan ditrima oleh orang lain.Penelitian Boyatziz, 1984, bahwa para manajer terbaik biasanya memiliki kebutuhan tinggi akan kekuatan dan kebutuhan rendah akan afiliasi.
3. Teori Evaluasi Kognitif : pisnipnya yaitu penyediaan/pemberian penghargaan ekstrinsik untuk perilaku karyawan yang sebelumnya telah memberikan kepuasan intrinsik, cenderung akan menurunkan level motivasinya secara keseluruhan. Teori ini tidak sepenuhnya benar contohnya pada pekerjaan yang sangat membosankan, dan pekerjaan tingkat rendah yang sukar memberikan kepuasan/daya tarik secara intrinsic, penghargaan ekstrinsik kelihatan justru dapat meningkatkan motivasi intrinsic.
4. Teori Karakteristik Tugas : mengidentifikasikan berbagai karakteristik tugas dari pekerjaan-pekerjaan, bagaimana karakteristik-karakteritik ini digabungkan untuk menciptakan berbagai jenis pekerjaan yang berbeda dan hubungan dari karakteristik-karakteristik ini dengan motivasi, kepuasan dan prestasi kerja karyawan.
Tiga Macam Teori yang Mendukung Teori karakteristik Tugas :
a. Teori Ciri Persyaratan Tugas : Turner & Lawrence, 1965 Menetapkan 6 karakteristik kompleksitas pekerjaan: variasi, otonomi, tanggungjawab, pengetahuan & ketrampilan, interaksi sosial yang diperlukan, dan pilihan interaksi social. Semakin tinggi nilai pekerjaan dari karakteristik makin kompleks suatu pekerjaan
b. Teori Karakteristik Model Pekerjaan (KMP) : Hackman dan Oldham (1976) memyebutkan bahwa setiap pekerjaan dapat digambarkan dalam lima dimensi tugas inti yaitu : variasi keterampilan, identitas tugas, kepentingan tugas, otonomi, dan umpan balik. Dari sudut pandang motivasi model ini menyatakan bahwa penghargaan internal diperoleh dari individu ketika dia belajar dari hasil kerjanya dengan tanggung jawab pribadi dan ternyata berguna serta bernilai buat orang lain.
c. Model Proses Informasi Sosial menurut teori ini motivasi dan kepuasan karyawan dapat dimanipulasi oleh tindakan halus seperti komentar dari teman sekerja/pimpinan. Sebaiknya manajer memberikan perhatian pada perepsi karyawan terhadap pekerjaannya seperti karakteristik aktual pekerjaan tersebut.
5. Teori Penetapan Tujuan ini ni dikembangkan oleh Edison Locke yang menyatakan bahwa tujuan spesifik dan sukar yang diterima seseorang dapat menjurus pada prestasi kerja yang lebih tinggi danmenggunakan pendekatan kognitif. Kecendrungan seseorang untuk bekerja demi tercapainya tujuan merupakan sumber motivasi yang besar. Hal yang mempengaruhi hubungan antara penetapan tujuan dan prestasi kerja yaitu : kesempatan untuk berpartisipasi, komitmen pada tujuan, dan efektivitas diri.
6. Teori Penguatan. Teori yang menggunakan pendekatan perilaku, yang barargumentasi bahwa penguatan mengondisikan perilaku. Menurut teori ini perilaku seseorang dipengaruhi lingkungan dan apa saja yang mengontrol perilaku adalah faktor-faktor penguat yang berupa konsekuensi apa saja yang mengikuti respons seseorsng yang dapat meningkatakan kemungkinan orang tersebut untuk mengurangi perilakunya. Teori ini menggabaikan status internal individu berupa perasaan, sikap, harapan, dan variable, variable kognitif lainnya.
7. Teori Persamaan Teori menyatakan bahwa seorang keryawan akan membandingkan diri mereka sendiri dengan teman-teman, para tetengga, teman sekerja para sejawat pada intern maupun organisasi lainnya mengenai input kerja dengan hasilnya (output). Teori persamaan menunjukkan bahwa pada keryawan, motivasi itu dipengaruhu secara signifikan oleh pengahargaan relative dan penghargaan absolute.
8. Teori Ekspektansi. Teori ini berasal dari Viktor Vroom 1993 yang mrnyebutkan bahwa kekuatan dari kecendrungan untuk berperilaku dengan cara tertentu tergantung pada adanya daya tarik hasil tersebut kepada individu yang bersangkutan.
Tiga variable yang saling berpengaruh pada teori ekspectansi adalah :
1. Attractiveness : Pentingnya daya tarik hasil/penghargaan yang akan diterima seorang karyawan setelah menyelesaikan tugas/pekerjaannya
2. Performance – reward linkage : Derajat kepercayaan karyawan bahwa prestasi kerja pada tingkat tertentu akan menuju kepada perolehan hasil yang diinginkan
3. Effort – performance linkage Kemungkinan yang dipersepsikan karyawan bahwa besarnya usaha yang diperjuangkan akan menuju pencapaian prestasi kerja. Penghargaan pada setiap karyawan sebaiknya dihubungkan dengan tujuan setiap karyawan.
Prestasi Kerja Karyawan. Prestasi kerja karyawan dapat sejalan dengan mencapai tujuan umum organisasi. Salah konsep dasar manajemen untuk mencapai tujuan umum organisasi ini dikenal dengan konsep Manajemen By Objectives (MBO). MBO ialah sebuah program manajemen yang meliputi berbagai tujuan spesifik, yang ditetapkan secara partisipatif, untuk jangka waktu yang ditetapkan dengan pemberian umpan balik tentang kemajuan pencapaian tujuan (Robbins, 1993).
Cara untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan salah satunya dengan modifikasi perilaku. Modifikasi perilaku dikenal denghan sebutan OB Mod, mempresentasikan aplikasi teori penguatan kepada orang-orang dalam lingkungan kerja. Ada lima langkah model penyelesaian masalah yang merupakan program khas dalam OB Mod, yatu :
• Identifikasi perilaku-perilaku yang berhubungan dengan prestasi kerja
• Pengukuran perilaku tersebut Identifikasi berbagai kemungkinan perilaku
• Pengembangan dan Implementasi strategi intervensi,
Evaluasi peningkatan preatasi kerja
Salah satu yang paling banyak didiskusikan dari manajemen partispatif adalah Quality Circle (QC) yang berupa sebuah kelompok kerja yang terdiiri dari delapan sampai sepuluh karyawan dan supervisor yang membagi tanggunga jawab bersama. Teori motivasi yang konsisten dengan manajemen partisipatif adalah teory Y, sedangkan teori x sejalan dengan tipe manajemen yang lebih tradisional. Sehubungan dengan teori mitivasi higienis, manajemen partisipatif dapat memberikan motivasi intrinsik pada karyawan dengan jalan peningkatan berbagai kesempatan untuk menumbuhkan tanggung jawab dan keterlibatan dalam pekerjaan itu sendiri.
Kompensansi berdasarkan prestasi kerja adalah sistem pembayaran karyawan berdasarkan pengukuran beberapa prestasi kerja. Kompensansi berdasaekan prestasi kerja mungkin paling sesuai dengan teori ekspektasi. Sebaiknya karyawan perusahaan memiliki persepsi ada hubungan kuat antara prestasi kerja dengan penghargaan yang mereka terima. Ada keuntungan yang fleksibel yang sudah mulai banyak dipraktikan di perusahaan –perusahaan besar di Indonesia. Program ini memberikan kesempatan pada karyawan untuk memilih paket kompensansi yang paling memuaskan menurut dirinya dalam pemenuhan kebutuhannya sekarang. Hubungan antara keuntungan yang fleksibel dengan teori ekspektansi ini yaitu menggunakan asumsi bahwa semua karyawan memiliki kebutuhan yang sama.
Dalam system pembayaran dikenal juga istilah lain yaitu nilai tambah yang sebanding, yaitu “ bayaran sama untuk kerja yang sama” termasuk pekerjaaan yang memiliki nilai yang sebanding. Nilai tambah yang sebanding merupakan aplikasi langsung dari teori persamaan. Dalam melaksanakan tugasnya karyawan membutuhkan jadwal kerja alternative, yaitu diantaranya hari kerja yang diperpendek, waktu yang flesibel, dan pembagian kerja. Jadwal kerja alternative ini adalamkaitannya dengan teori motivasi dapat merespons kebutuhan yang berbeda dari setiap angkatan kerja.
Rangkuman 10 hukum tentang motivasi :
1. Kita harus dapat memotivasi diri kita sendiri sebelum dapat memotivasi orang lain
2. Kita harus dihargai bukan disukai supaya dapat memotivasi orang lain
3. Motivasi itu memerlukan tujuan yang jelas
4. Motivasi yang datang dari luar tidak pernah bertahan lama
5. Motivasi itu memerlukan pengakuan
6. Partsipasi itu dapat memotivasi
7. Menyaksikan kemjauan itu motivasional
8. Sebuah tantangan hanya dapat memotivasi bila kita berfikir kita dapat menang
9. Setiap orang berpotensi menjadi bintang
10. Menjadi anggota sebuah kelompok itu memotivasi diri.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap orang mempunyai peristiwa atau masalah yang terjadi pada dirinya atau pengalaman yang membuat dia akhirnya termotivasi. Hal ini akan berbeda pada setiap individu walau melihat hal yang sama.
Hedonisme juga merupakan salah satu motivatornya, ketakutan, kekhawatiran dengan kelangsungan hidupnya hingga menghindari pembunuhan. Bila berpikir untuk menang dia tak ragu tuk menyerang, ia akan melakukan apapun yang terbaik untuk dirinya.
Motivasi merupakan salah satu topik yang sering ditelt dalam PO. Salah satu keterpopulerannya baru-baru ini diuangkap dalam Gallup Poll yang menemukan bahwa mayoritas karyawan 55 persen tepatnya tidak berantusias pada pekerjaan mereka.
Jadi hal ini memberikan kita banyak pengetahuan mengenai cara meningkatkan motivasi .
Dalam bab ini kita akan meninjau dasar-dasar motivasi, menilai beberapa teori motivasi, dan memberikan sebuah model integratif yang menunjukkan cara terbaik memadukan teori-teori ini
BAB II
ISI
Motivasi adalah satu proses yang meghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai tujuan. Intensitas adalah seberapa kerasnya seseorang berusaha, namun intensitas yang tinggi saja tidak akan membawa ke hasil yang diinginkan kecuali disertai dengan upaya/arah. Sedangkan ketekunan adalah ukuran seberapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
Sejumlah teori-teori awal mengenai motivasi telah muncul sejak 1950-an. Ada tiga teori spesifik pada masa itu yang, meskipun sekarang dipertanyakan kevaliditasnya, agaknya masih penjelasan yang dikenal paling baik untuk motivasi karyawan. Meskipun banyak teori baru yang lebih sahih, namun tiga teori lama ini akan dibahas karena mereka mewakili suatu pondasi darimana teori kontemporer berkembang dan para manager mempraktekkan penggunaan dan peristilahan teori-teori tersebut secara teratur dalam menjelaskan motivasi karyawan.
• Teori Hirarki Kebutuhan : Abraham Maslow menghipotesiskan adanya lima jenjang kebutuhan dalam diri semua manusia, yaitu dimulai dari kebutuhan psikologis, keamanan, social, penghargaan, dan yang paling tinggi, aktualisasi diri. Teori ini mengatakan bahwa setelah tiap teori dibawahnya terpuaskan, maka masing-masing teori diatasnya akan menjadi kebutuhan dominan. Sementara motivasi untuk kebutuhan yang telah cukup terpuaskan tidak ada lagi.
• Teori X dan Teori Y : dikemukakan oleh Douglas McGregor, dimana Teori X mengandaikan bahwa karyawan tidak menyukai kerja, malas, tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi. Sementara Teori Y mengandaikan bahwa karyawan menyukai kerja, kreatif, berusaha bertanggung jawab, dan dapat menjalankan pengarahan diri.
• Teori Dua Faktor : dikemukakan oleh Frederick Herzberg, dimana ada faktor-faktor intrinsik yang berhubungan dengan kepuasan kerja (prestasi, pengakuan kerja, tanggung jawab, kemajuan, pertumbuhan) dan faktor-faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan ketidakpuasan kerja (kebijakan dan pimpinan perusahaan, penyeliaan, hubungan antarpribadi, dan kondisi kerja). Disebutkan bahwa ada faktor hygiene seperti kebijakan dan administrasi perusahaan, penyeliaan, dan gaji yang, bila memadai dalam pekerjaan, menentramkan pekerja. Bila tidak memadai, maka orang-orang akan tidak terpuaskan.
Sementara itu, ada beberapa teori kontemporer tentang motivasi yang masing-masing memiliki derajat dokumentasi pendukung sahih yang wajar. Teori-teori ini mewakili keadaan terakhir dewasa ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.
A. Teori Erg : oleh Clayton Alderfer dari Universitas Yale yang mengerjakan ulang teori kebutuhan Maslow. Ia berpendapat bahwa ada tiga kelompok :
1. Eksistensi : mencakup butir-butir yang oleh Maslow dianggap sebagai kebutuhan faali dan keamanan.
2. Keterhubungan, adalah hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Termasuk disini hasrat sosial dan status.
3. Pertumbuhan, yaitu suatu hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen intrinsik dari aktualisasi diri pada teori kebutuhan Maslow.
Disamping menggantikan lima kebutuhan dengan tiga, teori ERG ini juga memperlihatkan bahwa (1) lebih dari satu kebutuhan dapat beroperasi terus, dan (2) jika kepuasan dari suatu kebutuhan tingkat-lebih-tinggi tertahan, maka hasrat untuk memenuhi kebutuhan ditingkat yang lebih rendah meningkat. Disini ketiga kategori dapat beroperasi sekaligus dengan tingkat yang berbeda-beda. Teori ini konsisten dengan perbedaan individual diantara orang-orang. Variabel seperti pendidikan, latar belakang keluarga, dan lingkungan budaya dapat mengubah tingkat kepentingan kebutuhan bagi tiap individu.
B. Teori kebutuhan McClelland : dikemukakan oleh david McClelland dan kawan-kawannya, , teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu :
1. Kebutuhan akan prestasi : dorongan untuk lebih unggul, berprestasi, dan berusaha keras untuk sukses. Peraih prestasi tinggi memiliki hasrat untuk menyelesaikan hal-hal dengan lebih baik. Mereka tidak menyukai kemenangan oleh kebetulan, melainkan tantangan menyelesaikan suatu masalah dan menerima tanggung jawab pribadi untuk sukses ataupun kegagalan.
2. Kebutuhan akan kekuasaan : kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara yang mana tidak akan mereka lakukan jika tidak terpaksa. Individu dengan nPow (need for power) ini menikmati untuk dibebani, bergulat untuk dapat mempengaruhi orang lain, suka ditempatkan dalam situasi kompetitif, berorientasi status, dan cenderung lebih peduli akan prestise dan memperoleh pengaruh terhadap orang lain daripada kinerja yang efektif.
3. Kebutuhan akan afiliasi : hasrat untuk hubungan antarpribadi yang ramah dan akrab, untuk disukai dan diterima baik oleh orang lain. Individu dengan motif afiliasi yang tinggi berjuang keras untuk persahabatan, menyukai situasi yang kooperatif, dan ssangat menginginkan hubungan yang melibatkan derajat pemahaman timbale balik yang tinggi.
Untuk mengetahui kebutuhan mana yang dominan pada diri individu, beberapa metode seperti kuisioner, tes proyektif dengan gambar dapat efektif. Perlu diperhatikan bahwa kebutuhan untuk berprestasi tinggi tidak selalu berarti dapat menjadi manager yang baik, terutama dalam organisasi-organisasi besar. Sementara kebutuhan akan afiliasi erat dikaitkan dengan sukses manajerial. Manager terbaik tinggi dalam kenutuhan kekuasaan dan rendah dalam kebutuhan afiliasinya.
C. Teori evaluasi kognitif : dikemukakan bahwa diperkenalkannya ganjaran-ganjaran ekstrinsik, seperti upah, untuk upaya kerja yang sebelumnya secara intrinsik telah memberi ganjaran karena adanya kesenangan yang dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, akan cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Dengan kata lain, bila ganjaran ekstrinsik diberikan kepada seseorang untuk menjalankan suatu tugas yang menarik, pengganjaran itu menyebabkan minat intrinsik terhadap tugas itu sendiri merosot. Namun teori ini telah dipertanyakan diantara para spesialis kompensasi selama bertahun-tahun bahwa jika upah atau ganjatan ekstrinsik lain harus merupakan motivator yang efektif, ganjaran itu seharusnya dibuat bergantung pada kinerja seorang individu. Selain itu, teori ini juga diserang dalam hal metodologi yang digunakan didalamnya dan dalam penafsiran dari penemuan-penemuan itu. Teori ini mungkin relevan dengan perangkat pekerjaan organisasi yang berada diantaranya, yaitu pekerjaan yang tidak luar biasa membosankan dan tidak luar biasa menarik.
D. Teori penetapan tujuan : bahwa tujuan yang khusus akan sulit menghantar ke kinerja yang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan benar, adanya tujuan sulit yang spesifik akan menghasilkan kinerja lebih tinggi bila diterima dengan baik. Kespesifikan tujuan itu sendiri akan bertindak sebagai ransangan internal. Tetapi, adalah logis juga untuk mengandaikan bahwa tujuan yang mudah akan lebih besar kemungkinan untuk diterima. Tetapi sekali seorang karyawan menerima tugas yang sulit, ia akan mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi sampai tugas itu dicapai, diturunkan, atau ditinggalkan. Ada beberapa factor yang mempengaruhi hubungan tujuan-kinerja, yaitu umpan balik, komitmen tujuan, kefektifan diri yang memadai, dan budaya nasional.
E. Teori penguatan : adalah lawan bagi teori penetapan tujuan, yang menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Teori ini mengabaikan keadaan internal dari individu dan memusatkan semata-mata hanya pada apa yang terjadi pada seseorang bila ia mengambil suatu tindakan. Karena teori ini tidak memperdulikan apa yang mengawali perilaku, teori ini bukanlah teori motivasi. Tetapi ia memberikan analisis yang ampuh terhadap apa yang mengendalikan perilaku. Kita tidak dapat mengabaikan fakta bahwa penguatan memiliki pengikut yang luas sebagai piranti motivasional. Bagaimanapun, dalam bentuknya yang murni, teori ini mengabaikan perasaan, sikap, pengharapan, dan variable kognitif lainnya yang dikenal berdampak terhadap perilaku. Tidak diragukan bahwa penguatan mempunyai pengaruh yang penting atas perilaku.
F. Teori keadilan : bahwa individu membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan/keluaran orang lain dan kemudian berespons untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Peran yang dimainkan keadilan dalam motivasi akan memicu individu untuk mengoreksinya. Untuk itu, ada empat pembandingan acuan yang dapat digunakan karyawan/individu tersebut :
1. Didalam diri sendiri : pengalaman seorang karyawan dalam posisi yang berbeda didalam organisasinya dewasa ini.
2. Diluar diri sendiri : pengalaman seorang karyawan dalam posisi/situasi diluar organisasinya saat ini.
3. Didalam diri orang lain : individu atau kelompok individu lain didalam organisasi karyawan itu.
4. Diluar diri orang lain : individu atau kelompok individu diluar organisasi karyawan itu.
Acuan mana yang dipilih seorang karyawan akan dipengaruhi oleh informasi yang dipegang karyawan itu mengenai acuan-acuan maupun oleh daya tarik acuan itu, sehingga ada pemusatan pada empat variable pelunak : jenis kelamin, masa kerja, level dalam organisasi, dan tingkat pendidikan/profesionalisme.
Berdasarkan teori ini, bila karyawan mepersepsikan suatu ketidakadilan mereka dapat meramalkan untuk mengambil salah satu dari enam pilihan berikut :
1. Mengubah masukan mereka (misalkan tidak mengeluarkan banyak upaya).
2. Mengubah keluaran mereka.
3. Mendistorsikan persepsi mengenai diri.
4. Mendistorsikan persepsi mengenai orang lain.
5. Memilih acuan yang berlainan.
6. Meninggalkan medan.
Secara khusus, teori keadilan menegakkan empat dalil yang berkaitan dengan upah yang tidak adil :
- Pembayaran menurut waktu, karyawan yang diganjjar terlalu tinggi menghasilkan lebih tinggi daripada karyawan yang dibayar dengan adil.
- Dengan adanya pembayaran menurut kuantitas produksi, karyawan yang diganjar lebih tinggi menghasilkan lebih sedikit satuan, tetapi dengan kualitas yang lebih tinggi daripada karyawan yang dibayar dengan adil.
- Dengan adanya penggajian menurut waktu, karyawan yang kurang diganjar menghasilkan keluaran dengan kualitas yang kurang atau lebih buruk.
- Dengan adanya penggajian menurut kuantitas produksi, karyawan yang kurang diberi ganjaran menghasilkan sejumlah besar satuan dengan adil.
Sebagai kesimpulan, teori keadilan memperlihatkan bahwa, untuk kebanyakan karyawan, motivasi sangat dipengaruhi oleh ganjaran relatif maupun ganjaran mutlak.
G. Teori harapan : dikembangkan oleh Victor Vroom, yang meskipun banyak dikritik, banyak bukti riset yang mendukungnya. Teori ini berargumen bahwa seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik; penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi; dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi individu.
Oleh karenanya, teori ini memfokuskan pada tiga hubungan :
- Hubungan upaya-kinerja : probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja.
- Hubungan kinerja-ganjaran : derajat sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan.
Hubungan ganjaran-tujuan pribadi : derajat sejauh mana ganjaran organisasional memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi individu dan potensi daya tarik ganjaran tersebut bagi individu.
Teori harapan ini sangat membantu menjelaskan mengapa banyak sekali pekerja tidak termotivasi pada pekerjaan mereka dan semata-mata melakukan yang minimum untuk menyelamatkan diri. Namun, teori ini cenderung bersifat idealistis karena sedikit individu yang mempersepsikan suatu korelasi yang tinggi antara kinerja dan ganjaran dalam pekerjaan mereka. Jika organisasi benar-benasr mengganjar individu untuk kinerja, bukannya menurut kriteria seperti senioritas, upaya, tingkat ketrampilan, dan sulitnya pekerjaan, maka validitas teori ini mungkin lebih besar.
G. KONSEP MOTIVASI DALAM PERILAKU ORGANISASI
Konsep motivasi banyak dibicarakan orang dalam berbagai aspek kehidupan yang meskipun mempunyai pengertian dasar yang sama memiliki definisi yang variatif,tergantung pada aspek kehidupan apa motivasi ini akan diaplikasikan.
Motivasi dalam perilaku organisasi dikenal sebagai kemauan untuk berjuang/ berusaha ke tingkst yang lebih tiggi untuk mencapai tujuan organisasi, dan untuk memeproleh kepuasan dalam pemenuhan-pemenuhan kebutuhan pribadinya (Robbins, 993).
• Teori Klasik tentang Motivasi :
Teori hirarki kebutuhan (Abraham Maslow’s) : bahwa dalam diri setiap orang ada hierarki lima kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, social, penghargaan, dan aktualisasi diri. Jika setiap kebutuhan sebelumnya telah terpuaskan secara substansial, maka kebutuhan berikutnya akan menjadi tuntutan yang dominan – bergerak secara hirarkis.
• Teori X dan Y (Douglas Mc Gregor Theory) : membedakan? sifat dasar manusia menjadi dua : yang dasarnya negative disebut teori x, yang dasarnya positif disebut teori y.
• Teori Motivasi Higienis (Frederick Herzberg) : Hubungan seseorang dengan pekerjaannya itu merupakan sesuatu yang mendasar, dan sikap orang tersebut terhadap pekerjaannya dapat menentukan kesuksesan atau kegagalannya. Menurut teori ini jawaban karyawan di kala baik sangat berbeda secara signifikan dengan di kala mereka merasa buruk tentang pekerjaannya. Pernyataan Herzberg yaitu “Lawan dari kepuasan adalah tidak ada kepuasan”, dan “Lawan dari ketidak puasan adalah tidak ada ketidakpuasan”
• Teori motivasi kontemporer:
1. Teori ERG
Teori ERG merupakan modifikasi teori Maslow (Clayton Alderfer – Yale University) Sebetulnya ada 3 kelompok kebutuhan dasar yaitu kebutuhan terhadap keberadaan, saling berhubungan dan pertumbuhan (“Existence, Relatedness and Growth”). Teori ERG tidak menerima adanya hieraki yang kaku dimana urutan lebih rendah harus terpuaskan secara substansial lebih dulu sebelum seseorang dapat meningkatkan kepada kebutuhan berikutnya. Ateori aerg berisikan dimensi frustasi-regresi
2. Teori kebutuhan Mc.Clelland : teori ini memfokuskan pada 3 jenis kebutuhan yaitu keberhasilan, kekuatan / kewenangan, dan afiliasi :
Kebutuhan untuk? keberhasilan: Dorongan untuk menjadi yang terbaik, untuk mencapai keberhasilan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, dan untuk berjuang demi kesuksesan. Orang-oarang dengan kebutuhan keberhasilan tinggi akan berprestasi terbaik kalau mereka menganggap bahwa kemungkinan keberhasilan tugasnya sebesar 50%.
Kebutuhan untuk? kekuatan: Kebutuhan untuk membuat orang-orang lain berperilaku dengan cara-cara yang kita kehendaki, tidak ada/sedikit kemungkinan mereka dapat berperilaku lain atau dapat disebutkan keinginan untuk memiliki dampak, pengaruh, dan control terhadap orang-orang lain.Kebutuhan untuk afiliasi : Keinginan untuk memiliki hubungan-hubungan persahabatan atau hubungan antar manusia secara dekat, atau bisa juga disebut keinginan untuk dapat disukai dan ditrima oleh orang lain.Penelitian Boyatziz, 1984, bahwa para manajer terbaik biasanya memiliki kebutuhan tinggi akan kekuatan dan kebutuhan rendah akan afiliasi.
3. Teori Evaluasi Kognitif : pisnipnya yaitu penyediaan/pemberian penghargaan ekstrinsik untuk perilaku karyawan yang sebelumnya telah memberikan kepuasan intrinsik, cenderung akan menurunkan level motivasinya secara keseluruhan. Teori ini tidak sepenuhnya benar contohnya pada pekerjaan yang sangat membosankan, dan pekerjaan tingkat rendah yang sukar memberikan kepuasan/daya tarik secara intrinsic, penghargaan ekstrinsik kelihatan justru dapat meningkatkan motivasi intrinsic.
4. Teori Karakteristik Tugas : mengidentifikasikan berbagai karakteristik tugas dari pekerjaan-pekerjaan, bagaimana karakteristik-karakteritik ini digabungkan untuk menciptakan berbagai jenis pekerjaan yang berbeda dan hubungan dari karakteristik-karakteristik ini dengan motivasi, kepuasan dan prestasi kerja karyawan.
Tiga Macam Teori yang Mendukung Teori karakteristik Tugas :
a. Teori Ciri Persyaratan Tugas : Turner & Lawrence, 1965 Menetapkan 6 karakteristik kompleksitas pekerjaan: variasi, otonomi, tanggungjawab, pengetahuan & ketrampilan, interaksi sosial yang diperlukan, dan pilihan interaksi social. Semakin tinggi nilai pekerjaan dari karakteristik makin kompleks suatu pekerjaan
b. Teori Karakteristik Model Pekerjaan (KMP) : Hackman dan Oldham (1976) memyebutkan bahwa setiap pekerjaan dapat digambarkan dalam lima dimensi tugas inti yaitu : variasi keterampilan, identitas tugas, kepentingan tugas, otonomi, dan umpan balik. Dari sudut pandang motivasi model ini menyatakan bahwa penghargaan internal diperoleh dari individu ketika dia belajar dari hasil kerjanya dengan tanggung jawab pribadi dan ternyata berguna serta bernilai buat orang lain.
c. Model Proses Informasi Sosial menurut teori ini motivasi dan kepuasan karyawan dapat dimanipulasi oleh tindakan halus seperti komentar dari teman sekerja/pimpinan. Sebaiknya manajer memberikan perhatian pada perepsi karyawan terhadap pekerjaannya seperti karakteristik aktual pekerjaan tersebut.
5. Teori Penetapan Tujuan ini ni dikembangkan oleh Edison Locke yang menyatakan bahwa tujuan spesifik dan sukar yang diterima seseorang dapat menjurus pada prestasi kerja yang lebih tinggi danmenggunakan pendekatan kognitif. Kecendrungan seseorang untuk bekerja demi tercapainya tujuan merupakan sumber motivasi yang besar. Hal yang mempengaruhi hubungan antara penetapan tujuan dan prestasi kerja yaitu : kesempatan untuk berpartisipasi, komitmen pada tujuan, dan efektivitas diri.
6. Teori Penguatan. Teori yang menggunakan pendekatan perilaku, yang barargumentasi bahwa penguatan mengondisikan perilaku. Menurut teori ini perilaku seseorang dipengaruhi lingkungan dan apa saja yang mengontrol perilaku adalah faktor-faktor penguat yang berupa konsekuensi apa saja yang mengikuti respons seseorsng yang dapat meningkatakan kemungkinan orang tersebut untuk mengurangi perilakunya. Teori ini menggabaikan status internal individu berupa perasaan, sikap, harapan, dan variable, variable kognitif lainnya.
7. Teori Persamaan Teori menyatakan bahwa seorang keryawan akan membandingkan diri mereka sendiri dengan teman-teman, para tetengga, teman sekerja para sejawat pada intern maupun organisasi lainnya mengenai input kerja dengan hasilnya (output). Teori persamaan menunjukkan bahwa pada keryawan, motivasi itu dipengaruhu secara signifikan oleh pengahargaan relative dan penghargaan absolute.
8. Teori Ekspektansi. Teori ini berasal dari Viktor Vroom 1993 yang mrnyebutkan bahwa kekuatan dari kecendrungan untuk berperilaku dengan cara tertentu tergantung pada adanya daya tarik hasil tersebut kepada individu yang bersangkutan.
Tiga variable yang saling berpengaruh pada teori ekspectansi adalah :
1. Attractiveness : Pentingnya daya tarik hasil/penghargaan yang akan diterima seorang karyawan setelah menyelesaikan tugas/pekerjaannya
2. Performance – reward linkage : Derajat kepercayaan karyawan bahwa prestasi kerja pada tingkat tertentu akan menuju kepada perolehan hasil yang diinginkan
3. Effort – performance linkage Kemungkinan yang dipersepsikan karyawan bahwa besarnya usaha yang diperjuangkan akan menuju pencapaian prestasi kerja. Penghargaan pada setiap karyawan sebaiknya dihubungkan dengan tujuan setiap karyawan.
Prestasi Kerja Karyawan. Prestasi kerja karyawan dapat sejalan dengan mencapai tujuan umum organisasi. Salah konsep dasar manajemen untuk mencapai tujuan umum organisasi ini dikenal dengan konsep Manajemen By Objectives (MBO). MBO ialah sebuah program manajemen yang meliputi berbagai tujuan spesifik, yang ditetapkan secara partisipatif, untuk jangka waktu yang ditetapkan dengan pemberian umpan balik tentang kemajuan pencapaian tujuan (Robbins, 1993).
Cara untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan salah satunya dengan modifikasi perilaku. Modifikasi perilaku dikenal denghan sebutan OB Mod, mempresentasikan aplikasi teori penguatan kepada orang-orang dalam lingkungan kerja. Ada lima langkah model penyelesaian masalah yang merupakan program khas dalam OB Mod, yatu :
• Identifikasi perilaku-perilaku yang berhubungan dengan prestasi kerja
• Pengukuran perilaku tersebut Identifikasi berbagai kemungkinan perilaku
• Pengembangan dan Implementasi strategi intervensi,
Evaluasi peningkatan preatasi kerja
Salah satu yang paling banyak didiskusikan dari manajemen partispatif adalah Quality Circle (QC) yang berupa sebuah kelompok kerja yang terdiiri dari delapan sampai sepuluh karyawan dan supervisor yang membagi tanggunga jawab bersama. Teori motivasi yang konsisten dengan manajemen partisipatif adalah teory Y, sedangkan teori x sejalan dengan tipe manajemen yang lebih tradisional. Sehubungan dengan teori mitivasi higienis, manajemen partisipatif dapat memberikan motivasi intrinsik pada karyawan dengan jalan peningkatan berbagai kesempatan untuk menumbuhkan tanggung jawab dan keterlibatan dalam pekerjaan itu sendiri.
Kompensansi berdasarkan prestasi kerja adalah sistem pembayaran karyawan berdasarkan pengukuran beberapa prestasi kerja. Kompensansi berdasaekan prestasi kerja mungkin paling sesuai dengan teori ekspektasi. Sebaiknya karyawan perusahaan memiliki persepsi ada hubungan kuat antara prestasi kerja dengan penghargaan yang mereka terima. Ada keuntungan yang fleksibel yang sudah mulai banyak dipraktikan di perusahaan –perusahaan besar di Indonesia. Program ini memberikan kesempatan pada karyawan untuk memilih paket kompensansi yang paling memuaskan menurut dirinya dalam pemenuhan kebutuhannya sekarang. Hubungan antara keuntungan yang fleksibel dengan teori ekspektansi ini yaitu menggunakan asumsi bahwa semua karyawan memiliki kebutuhan yang sama.
Dalam system pembayaran dikenal juga istilah lain yaitu nilai tambah yang sebanding, yaitu “ bayaran sama untuk kerja yang sama” termasuk pekerjaaan yang memiliki nilai yang sebanding. Nilai tambah yang sebanding merupakan aplikasi langsung dari teori persamaan. Dalam melaksanakan tugasnya karyawan membutuhkan jadwal kerja alternative, yaitu diantaranya hari kerja yang diperpendek, waktu yang flesibel, dan pembagian kerja. Jadwal kerja alternative ini adalamkaitannya dengan teori motivasi dapat merespons kebutuhan yang berbeda dari setiap angkatan kerja.
Rangkuman 10 hukum tentang motivasi :
1. Kita harus dapat memotivasi diri kita sendiri sebelum dapat memotivasi orang lain
2. Kita harus dihargai bukan disukai supaya dapat memotivasi orang lain
3. Motivasi itu memerlukan tujuan yang jelas
4. Motivasi yang datang dari luar tidak pernah bertahan lama
5. Motivasi itu memerlukan pengakuan
6. Partsipasi itu dapat memotivasi
7. Menyaksikan kemjauan itu motivasional
8. Sebuah tantangan hanya dapat memotivasi bila kita berfikir kita dapat menang
9. Setiap orang berpotensi menjadi bintang
10. Menjadi anggota sebuah kelompok itu memotivasi diri.
Kamis, 19 Mei 2011
ANGGARAN FLEKSIBEL DAN PERHITUNGAN SELISIH
Anggaran adalah pendekatan yang formal dan sistematis dalam pelaksanaan tanggungjawab manajemen di daslam perencanaan, koordinasi dan pengawasan. Anggaran disusun setelah semua tujuan dan program kerja disusun.
Penganggaran adalah penciptaan suatu rencana kegiatan yang dinyatakan dalam ukuran keuangan. Penganggaran memainkan peran penting di dalam perencanaan, pengendalian, dan pembuatan keputusan. Anggaran juga untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi.
Anggran Fleksibel/Variabel
Anggaran fleksibel disusun berdasarkan kepada pola prilaku biaya, dimana biaya terlebih dahulu dipisahkan menjadi dua kelompok, yaitu: Biaya tetap dan Biaya Variabel. Anggaran ini disebut fleksibel karena dapat disesuaikan dengan volume kegiatan sebenarnya terjadi, sehingga dalam pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan dengan lebih tetap dan akurat. Anggaran ini mengaitkan volume aktivitas dengan jumlah rupiah yang dianggarkan. Bermanfaat terutama dalam menaksir dan mengendalikan biaya pabrik dan beban operasi.
Ada tiga kegunaan dari anggaran ini, yakni :
• Dapat dipakai untuk merumuskan anggaran sebelum adanya data taksiran tingkat aktivitas.
• Dapat dipakai setelah adanya data untuk menghitung berapa seharusnya biaya untuk tingkat aktivitas aktual.
• Membantu manajemen dalam menghadapi ketidak pastian dengan memampukan mereka untuk melihat taksiran hasil dalam kisaran aktivitas tertentu.
Anggaran Statis
Anggaran statis dususun untuk selama satu periode ke depan yang akan digubnakan
sebagai pedoman dalam pelaksanaan program kerja.
Anggaran ini akan disusun kembali jika periode anggaran yang lalu telah berakhir.
Penyusunan anggaran perlu ditentukan lebih dahulu tujuan organisasi, baik jangka
panjang maupun jangka pendek, kemudian dijabarkan ke dalam program kerja tahunan.
Untuk jenis organisasi laba, perlu ditentukan target penjualan barang atau jasa yang harus
dicapai dalam setahun yang akan datang.
Manfaat Penganggaran pada manajemen
• Angka laba yang dikehendaki oleh perusahaan.
• Sumber daya yang diharapkan dapat dihasilkan atau digunakan selama periode anggaran yang akan datang.
• Memberikan landasan untuk pengambilan keputusan alternatif yang terbaik.
Karakteristik anggaran
1. Anggaran mengestimasi potensi laba satuan bisnis
2. Anggaran dinyatakan dalam istilah moneter, walaupun jumlah moneter dapat saja ditunjang oleh jumlah non moneter (missalnya, unit yang dijual atau diproduksi).
3. Mencakup periode satu tahun.
4. Anggaran merupakan komitmen manajemen; manajer sepakat untuk mengemban tanggung jawab atas pencapaian tujuan yang dianggarkan.
5. Usulan anggaran ditelaah dan disetujui oleh otoritas yang lebih tinggi ketimbang oleh pihak yang menganggarkan (budgetee).
Dasar Penyusunan Anggaran
Anggaran perusahaan disusun dengan memperhatikan tujuan yang hendak dicapainya dan kondisi perusahaan saat ini, baik intern maupun ekstern serta antisipasi perkembangannya pada masa yang akan datang. Kondisi intern perusahaan saat ini dapat diketahui dengan melihat semua potensi yang ada di dalam perusahaan tersebut, seperti assets yang dimiliki, karyawan dan
manajemen organisasinya. Kondisi ekstern perusahaan sangat tergantung pada kemampuan mengantisipasi dan menghadapi perubahan kondisi lingkungannya, seperti : persaingan, selera konsumen, peraturan dan sebagainya. Anggaran yang disusun tanpa memperhatikan kondisi lingkungan intern dan ekstern perusahaan tidak dapat dijadikan sebagai pedoman kegiatan dan
sebagai alat kontrol. Jika demikian, maka angka-angka proyeksi yang dibuat akan menyesatkan dan membawa perusahaan ke arah yang salah. Disamping itu, anggaran yang dibuat di luar kemampuan sumber-sumber yang ada akan sangat memberatkan perusahaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan anggaran secara garis besar dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Faktor-faktor intern, yaitu data, informasi dan pengalaman yang terdapat di dalam perusahaan sendiri, antara lain berupa penjualan tahun-tahun lalu, kebijaksanaan perusahaan yang berhubungan dengan masalah harga jual dan sebagainya, kapasitas produksi yang dimiliki perusahaan, tenaga kerja, modal kerja, fasilitas lain.
2. Faktor-faktor ekstern, yaitu data, informasi dan pengalaman yang terdapat di luar perusahaan, tetapi dirasakan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perusahaan, antara lain berupa keadaan persaingan, tingkat pertumbuhan penduduk, tingkat penghasilan masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat, dan sebagainya.
Penganggaran adalah penciptaan suatu rencana kegiatan yang dinyatakan dalam ukuran keuangan. Penganggaran memainkan peran penting di dalam perencanaan, pengendalian, dan pembuatan keputusan. Anggaran juga untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi.
Anggran Fleksibel/Variabel
Anggaran fleksibel disusun berdasarkan kepada pola prilaku biaya, dimana biaya terlebih dahulu dipisahkan menjadi dua kelompok, yaitu: Biaya tetap dan Biaya Variabel. Anggaran ini disebut fleksibel karena dapat disesuaikan dengan volume kegiatan sebenarnya terjadi, sehingga dalam pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan dengan lebih tetap dan akurat. Anggaran ini mengaitkan volume aktivitas dengan jumlah rupiah yang dianggarkan. Bermanfaat terutama dalam menaksir dan mengendalikan biaya pabrik dan beban operasi.
Ada tiga kegunaan dari anggaran ini, yakni :
• Dapat dipakai untuk merumuskan anggaran sebelum adanya data taksiran tingkat aktivitas.
• Dapat dipakai setelah adanya data untuk menghitung berapa seharusnya biaya untuk tingkat aktivitas aktual.
• Membantu manajemen dalam menghadapi ketidak pastian dengan memampukan mereka untuk melihat taksiran hasil dalam kisaran aktivitas tertentu.
Anggaran Statis
Anggaran statis dususun untuk selama satu periode ke depan yang akan digubnakan
sebagai pedoman dalam pelaksanaan program kerja.
Anggaran ini akan disusun kembali jika periode anggaran yang lalu telah berakhir.
Penyusunan anggaran perlu ditentukan lebih dahulu tujuan organisasi, baik jangka
panjang maupun jangka pendek, kemudian dijabarkan ke dalam program kerja tahunan.
Untuk jenis organisasi laba, perlu ditentukan target penjualan barang atau jasa yang harus
dicapai dalam setahun yang akan datang.
Manfaat Penganggaran pada manajemen
• Angka laba yang dikehendaki oleh perusahaan.
• Sumber daya yang diharapkan dapat dihasilkan atau digunakan selama periode anggaran yang akan datang.
• Memberikan landasan untuk pengambilan keputusan alternatif yang terbaik.
Karakteristik anggaran
1. Anggaran mengestimasi potensi laba satuan bisnis
2. Anggaran dinyatakan dalam istilah moneter, walaupun jumlah moneter dapat saja ditunjang oleh jumlah non moneter (missalnya, unit yang dijual atau diproduksi).
3. Mencakup periode satu tahun.
4. Anggaran merupakan komitmen manajemen; manajer sepakat untuk mengemban tanggung jawab atas pencapaian tujuan yang dianggarkan.
5. Usulan anggaran ditelaah dan disetujui oleh otoritas yang lebih tinggi ketimbang oleh pihak yang menganggarkan (budgetee).
Dasar Penyusunan Anggaran
Anggaran perusahaan disusun dengan memperhatikan tujuan yang hendak dicapainya dan kondisi perusahaan saat ini, baik intern maupun ekstern serta antisipasi perkembangannya pada masa yang akan datang. Kondisi intern perusahaan saat ini dapat diketahui dengan melihat semua potensi yang ada di dalam perusahaan tersebut, seperti assets yang dimiliki, karyawan dan
manajemen organisasinya. Kondisi ekstern perusahaan sangat tergantung pada kemampuan mengantisipasi dan menghadapi perubahan kondisi lingkungannya, seperti : persaingan, selera konsumen, peraturan dan sebagainya. Anggaran yang disusun tanpa memperhatikan kondisi lingkungan intern dan ekstern perusahaan tidak dapat dijadikan sebagai pedoman kegiatan dan
sebagai alat kontrol. Jika demikian, maka angka-angka proyeksi yang dibuat akan menyesatkan dan membawa perusahaan ke arah yang salah. Disamping itu, anggaran yang dibuat di luar kemampuan sumber-sumber yang ada akan sangat memberatkan perusahaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan anggaran secara garis besar dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Faktor-faktor intern, yaitu data, informasi dan pengalaman yang terdapat di dalam perusahaan sendiri, antara lain berupa penjualan tahun-tahun lalu, kebijaksanaan perusahaan yang berhubungan dengan masalah harga jual dan sebagainya, kapasitas produksi yang dimiliki perusahaan, tenaga kerja, modal kerja, fasilitas lain.
2. Faktor-faktor ekstern, yaitu data, informasi dan pengalaman yang terdapat di luar perusahaan, tetapi dirasakan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perusahaan, antara lain berupa keadaan persaingan, tingkat pertumbuhan penduduk, tingkat penghasilan masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat, dan sebagainya.
Langganan:
Postingan (Atom)